SALAM!
AKU
CINTA PADAMU
Para pembaca yang Budiman, semoga kita
semua sehat selalu, sehat selalu, sehat selalu, dan yang sedang sakit semoga
segera sehat juga agar kita semua bisa ngopi bareng lagi.
Pada tulisan kali ini, saya ingin
membicarakan membedah film hasil adaptasi dari Novel khususnya, dengan
menggunakan teori ekranisasi Pamusuk Eneste. Berikut teorinya yang sudah
disarikan oleh Indra Kurniawan pada laman blognya saya kutipkan penuh di sini.
Transformasi dari karya sastra ke
bentuk film dikenal dengan istilah ekranisasi. Istilah ini berasal dari bahasa
Prancis, écran yang berarti ‘layar’.
Ekranisasi adalah pelayar putihan atau pemindahan atau pengangkatan
sebuah novel ke dalam film. Eneste (1991:60–61) menambahkan yang dimaksud
dengan ekranisasi adalah pelayar putihan atau pemindahan atau pengangkatan sebuah
novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Perancis berarti layar). Pemindahan
novel ke layar putih mau tidak mau mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan.
Oleh sebab itu dapat dikatakan, ekranisasi adalah proses perubahan bisa
mengalami penciutan, penambahan dan perubahan dengan sejumlah variasi. Alat
utama dalam novel adalah kata-kata, segala sesuatu disampaikan dengan
kata-kata. Cerita, alur, penokohan, latar, suasana, dan gaya sebuah novel
dibangun dengan kata-kata. Pemindahan novel ke layar putih, berarti terjadinya
perubahan pada alat-alat yang dipakai, yakni mengubah dunia kata-kata menjadi
dunia gambar-gambar yang bergerak berkelanjutan. Sebab di dalam film, cerita,
alur, penokohan, latar, suasana dan gaya diungkapkan melalui gambar-gambar yang
bergerak berkelanjutan. Apa yang tadinya dilukiskan atau diungkapkan dengan
katakata, kini harus diterjemahkan ke dunia gambar-gambar.
Eneste (1991:60–61) menyatakan bahwa
pada proses penggarapannya pun terjadi perubahan. Novel adalah kreasi
individual dan merupakan hasil kerja perseorangan. Seseorang yang mempunyai
pengalaman, pemikiran, ide, atau hal lain, dapat saja menuliskannya di atas
kertas dan jadilah sebuah novel yang siap untuk dibaca atau tidak dibaca orang
lain. Tidak demikian pembuatan film. Film merupakan hasil kerja gotong royong.
Bagus tidaknya sebuah film, banyak bergantung pada keharmonisan kerja unit-unit
di dalamnya: produser, penulis skenario, sutradara, juru kamera, penata
artistik, perekam suara, para pemain, dan lain-lain. Dengan kata lain,
ekranisasi berarti proses perubahan dari sesuatu yang dihasilkan secara
individual menjadi sesuatu yang dihasilkan secara bersama-sama (gotong-royong).
Eneste (1991:61—66) perubahan yang
terjadi dalam ekranisasi adalah sebagai berikut.
Pengurangan
Salah satu langkah yang ditempuh dalam
proses transformasi karya sastra ke film adalah pengurangan. Pengurangan adalah
pengurangan atau pemotongan unsur cerita karya sastra dalam proses
transformasi. Eneste (1991:61) menyatakan bahwa pengurangan dapat dilakukan
terhadap unsur karya sastra seperti cerita, alur, tokoh, latar, maupun suasana.
Dengan adanya proses pengurangan atau pemotongan maka tidak semua hal yang
diungkapkan dalam novel akan dijumpai pula dalam film. Dengan demikian akan
terjadi pemotongan-pemotongan atau penghilangan bagian di dalam karya sastra
dalam proses transformasi ke film.
Eneste (1991:61—62) menjelaskan bahwa
pengurangan atau pemotongan pada unsur cerita sastra dilakukan karena beberapa
hal, yaitu: (1) anggapan bahwa adegan maupun tokoh tertentu dalam karya sastra
tersebut tidak diperlukan atau tidak penting ditampilkan dalam film. Selain
itu, latar cerita dalam novel tidak mungkin dipindahkan secara keseluruhan ke
dalam film, karena film akan menjadi panjang sekali. Oleh karena itu, latar
yang ditampilkan dalam film hanya latar yang memadai atau yang penting-penting
saja. Hal tersebut tentu saja tidak lepas dari pertimbangan tujuan dan durasi
waktu penayangan. (2) Alasan mengganggu, yaitu adanya anggapan atau alasan
sineas bahwa menghadirkan unsur-unsur tersebut justru dapat mengganggu cerita
di dalam film. (3) Adanya keterbatasan teknis film atau medium film, bahwa
tidak semua bagian adegan atau cerita dalam karya sastra dapat dihadirkan di
dalam film. (4) Alasan penonton atau audiens, hal ini juga berkaitan dengan
persoalan durasi waktu.
Penambahan
Eneste (1991:64) menyatakan bahwa
seorang sutradara mempunyai alasan tertentu melakukan penambahan dalam filmnya
karena penambahan itu penting dari sudut filmis.
Perubahan Bervariasi
Perubahan bervariasi adalah hal ketiga
yang memungkinkan terjadi dalam proses transformasi dari karya sastra ke film.
Menurut Eneste (1991:65), ekranisasi memungkinkan terjadinya variasi-variasi
tertentu antara novel dan film. Variasi di sini bisa terjadi dalam ranah ide
cerita, gaya penceritaan, dan sebagainya. Terjadinya variasi dalam transformasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain media yang digunakan, persoalan
penonton, durasi waktu pemutaran. Eneste (1991:67) menyatakan bahwa dalam
mengekranisasi pembuat film merasa perlu membuat variasi-variasi dalam film,
sehingga terkesan film yang didasarkan atas novel itu tidak seasli novelnya.
Nah, setelah membaca sari pati dari
teori Ekaranisasi di atas, tentu sekarang kita sudah memiliki gambaran
bagaimana cara membedah film hasil karya adaptasi dari Novel. Kita bisa
melakukan perbandingan pada keduanya, tentu saja, setelah terlebih dahulu kita
membaca novelnya, kemudian menonton filmnya, barulah mulai membedahnya.
Sampai
di sini dulu, selamat mencoba.
AKU
CINTA PADAMU
SALAM!
No comments:
Post a Comment