Tuesday, March 24, 2020

MENULIS SKENARIO DARI CERPEN DAN NOVEL

Saat ini, menulis Skenario berbahan dasar Cerpen dan Novel bukalah sesuatu yang asing. Bahkan sebenarnya sudah sejak tidak asing. 
Film yang diadaptasi dari novel khususnya, sampai saat ini sudah hampir tak terhitung lagi. Setiap tahun, setiap ada film baru, 1 dari 3 film baru yang rilis, sudah hampir bisa dipastikan berupa hasil adaptasi dari Novel. 

Hasilnya, ada yang menawan, ada juga yang bisasa saja, bahkan mungkin ada juga yang hanya buang uang dan waktu.

Pada tulisan kali ini, saya belum akan membahas proses adaptasi itu apa, bagaimana tahapannya, dan lain-lainnya. Tapi hanya sebatas mengantarkan dan mengajak berjalan-jalan menyusur ide-ide dalam persoalan menulis Skenario. Kalau pada tulisan sebelumnya saya menulis mengenai pengambilan ide dari cerita rakyat -kalau belum baca silahkan ke sini https://zakymubarok.blogspot.com/2020/03/membuat-skenario-dari-cerita-rakyat.html-, kini, mari kita menjelajah ide menulis skenario dari Novel.


Skenario hasil adaptasi bukanlah hal yang tabu. Sebab di Amerika saja, pada penghargaan Academy Award selalu ada penghargaan untuk kategori Best Adapted Screenplay, begitu juga di Festival Film Indonesia ada penghargaan untuk Penulis Skenario Adaptasi. Jadi, ketika kita sedang tidak mampu menulis skenario asli, maka adaptasi bisa jadi salah satu jalan keluar. Bahkan, beberpa penulis Novel atau Produser yang ingin membuat Film dari Novel mencari para penulis yang mampu mengadaptasi Novel menjadi Skenario film.


Jika kita menyusur peradaptasian, kita akan berjumpa dengan beberapa Film terbaik hasil adaptasi semacam The Shawshank Redemption (1994), The Godfather (1972), Schindler's List (1993), The Lord of the Rings: The Return of the King (2003), Fight Club (1999), The Pianist (2002), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (2013), Dilan 1990 (2018), Dilan 1991 (2019), Laskar Pelangi (2008), Ayat-Ayat Cinta (2008), My Stupid Boss (2016), dan masih banyak lagi.

Permulaan pengadaptasin novel menjadi film sendiri dimulai sejak tahun 1924 ketika Erich von Stroheim mengadaptasi sebuah novel karya Frank Noris berjudul Mc Teague menjadi film dengan judul Greed. Film ini mengadaptasi novel tersebut dengan teknik apa adanya, atau leterlek sehingga akhirnya durasi film terlalu panjang, 9 jam 30 menit. Kemudian dipotong lagi menjadi empat jam dan masih terasa terlalu panjang. sampai akhirnya dipotong lagi menjadi dua jam dan kemudia tidak bisa ditonton karena tidak nyambung dan tidak koheren. cek https://en.wikipedia.org/wiki/Film_adaptation.


Nah, pada akhirnya, dala prose adaptasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan. dan hal-hal semacam itu akan kita bahas pada tulisan selanjutnya sekaligus kita membasa semacam teknik elision, interpolate scene, invent charater, yang kemudian dipopulerkan oleh Prof. Mursal Esteen menjadi Ekranisasi. dan Teknik adaptasi sendiri, oleh Sapardi dipopulerkan dengan nama Alih Wahana.


Sampai jumpa pada tulisan berikutnya.

Aku Cinta Padamu

Salam.

No comments: