Monday, March 30, 2020

ALIH WAHANA


Salam!
Aku Cinta Padamu

 
Gambar Hanya pemanis (kolpri)
Selamat bertemu kembali dan selamat membaca lagi. Semoga kita selalu sehat, dan sodara-sodara kita yang sedang sakit segera sembuh kembali. Mari kita berdoa sejenak, semoga kita semua, negara Indonesia dunia umumnya, segera bisa ngopi bareng lagi.

Melanjutkan Bekerja dari Rumah, #dirumahaja dan challenge menulis untuk diri sendiri, saya ingin melanjutkan apa yang sedang saya bahas sebelumnya. Pada tulisan kali ini, saya ingin membahas mengenai Alih Wahana (sebagaimana dicetuskan oleh Prof. Sapardi) yang juga hampir setara atau mirip dengan derivative work – adaptation.


Pada tulisan ini, saya tidak akan membahas terlalu Panjang soal Alih Wahana, saya hanya ingin dan akan langsung pada persoalan yang sedang kita bicarakan sebelumnya, yakni, menjadikan cerita rakyat menjadi film, cerpe dan novel menjadi film, puisi menjadi film, drama menjadi film, semuanya itu merupakan hasil dari proses alih wahana. Nama prosesnya adalah alih wahana menurut Sapardi, transformasi menurut Nurgiantoro, Ekranisasi menurut Eneste, dan Adaptasi menuru sebagian besar para ahli di dunia.

Alih Wahana atau pengubahan bentuk menurut Sapardi Joko Damono (2005), adalah perubahan suatu bentuk kesenian ke kesian yang lainnya. Karya sastra tidak hanya diterjemahkan saja, tetapi bisa dialihwanakan juga dari betuk tulisan menjadi karya yang lain, bisa musik, seni rupa, tari, film dan lainya. Perubahan unsur-unsurnya akan mengikuti pada unsur-unsur yang ada pada wahana yang barunya.

Damono juga menambahkan bahwa, karya sastra bisa bergerak secara luas berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya. Hal ini sejalan dengan apa yang sudah dia lakukan juga pada puisinya Hujan Bulan Juni yang berubah menjadi novel Hujan Bulan Juni, kemudia berubah lagi menjadi Film Hujan Bulan Juni.

Kegiatan Alih Wahana ini, sudah lama terjadi di dunia. Di luar sana di kenal dengan nama Derivative work. Pada tata hukum Hak Cipta (copyright law), derivative work (pekerjaan turunan) adalah penggunaan suatu karya dari seorang pengkarya pertama pemegang hak cipta untuk dibuat menjadi karya baru yang independen oleh pengkarya kedua dengan tidak menghilangkan substansi karya pertama. Pekerjaan yang paling umum dilakukan adalah seperti, penerjemahan, arasemen musik, dan adaptasi sinema -memfilmkan-.

Pada proses alih wahan, khususnya dari karya sastra ke film, ada beberapa hal yang mungkin dan umum terjadi, seperti pengurangan (elision), penambahan (interplote), dan penciptaan karakter baru (invent). Pada teorinya Pamusuk Eneste (1991) dalam buku Novel dan Film, proses ini disebut juga dengan Ekaranisasi. Ketiga hal yang terjadi pada proses alih wahana, pada teori ekranisasinya, ia sebut sebagai pengurangan, penambahan, dan perubahan bervariasi. Lenkapnya akan saya bahas kemudian.

Nah, jadi sebtulnya sangatlah wajar jika karya sastra diubah menjadi film, akan ada beberapa hal yang berbeda. Maka, mengapresiasi Film hasil alih wahana atau adaptasi dari karya sastra, ya di apresiasi sebagai karya film saja. Dikaji atau dibahas sebagaimana film dibahas. Kecuali, ketika mau melakukan melakukan kajian bandingan, maka barulah kita bandingan, sebarapa jauh film itu mirip dengan karya awal, seberapa jauh film itu membuat penambahan, atau seberapa jauh sang sutradara dan penulis scenario melakukan perubahan.

Kajian bandingan terhadap film hasil adaptasi, bisa kita gunakan teori ekranisasinya Eneste. Bisa juga dilakukan untuk yang kebalikannya, dari film menjadi karya sastra, Eneste menyebutnya dengan dekranisasi.
Sekian dulu. Sampai jumpa pada tulisan berikutnya.

Aku Cinta Padamu.

Salam!

No comments: