Monday, March 16, 2020

DRAMA MODERN

Pertunjukan BIB BOB (2009) karya Rendra di Toko You Bandung
Yang disebut dengan drama modern di Barat, drama yang muncul pada kurun waktu sejak adanya aliran realisme (1825) sampai sekarang. Namun rumusan ini tidak berlaku di Indonesia, sebab ketika di barat muncul drama modern, di Indonesia sedang lahir drama tradisional “Barong” dan “Kecak”. “Wayang Orang, Ludruk, dan Ketoprak” juga belum lahir. Jadi bisa dikatakan bahwa permulaan drama modern di Barat, permulaan drama tradisional di Indonesia.


Setelah revolusi Perancis, kaum kelas menengah menguasai masyarakat. Peengaruh raja-raja sudah mulai terkikis dan terpinggirkan. Kaum kelas menengah ini terdiri dari para pedagan, kaum industrialis yang biasa bekerja dengan menghitung dulu kenyataan dengan teliti. Tidak seperti para raja yang biasa bertindak atas kekuata kekuasaan.

Akibat dari mode hidup kaum menengah yang terbiasa menghitung kenyataan. Maka drama klasik sudah tak lagi mampu memenuhi kepuasan jiwa orang kelas menengah yang kini berkuasa. Mereka menginginkan tontonan yang lebih dekat dengan kenyataan hidup. Namun bukan berarti drama yang mereka harapkan muncul begitu saja. Saat itu yang muncul adalah Melodrama yang tidak berbobot.
Baru pada tahun 1825 munculah Hendrik Ibsen, seorang dramawan asal Norwegia yang menulis sandiwara realistis tanpa mengarah kepada melodrama. Artinya, tanpa tujuan memburu rasa haru penonton. Dengan realisme, Ibsen mengupas masalah kenyataan kehidupan dengan tujuan untuk mencapai pencerahan pikiran (Rendra; 2009).

Drama Ibsen tidak lantas dengan mudah diterima. Pikiran-pikiran serta gaya berpikir Ibsen tidak terlalu mulus untuk disampaikan sebab belum ada yang tahu bagaimana cara memainkan drama relistis Ibsen. Baru pada tahun 1877 di Perancis munculah Andre Antoine. Di tangan orang inilah drama Ibsen terpenuhi harapannya dan tahu bagaimana cara memaikan naskah-naskah Ibsen.

Sejak kesuksesan Ibsen, orang Eropa teertarik untuk memperhatikan kenyataan. Sehingga muncullah Anthon Chekov, seorang dokter yang juga berdarah seniman dan tekun memperhatikan kenyataan.

Berbeda dengan Ibsen, Chekov melihat bahwa hidup tidak seperti yang diceritakan Ibsen yang selalu urut dan runut jalan ceritanya. Chekov melihat bahwa hidup tidak memiliki jalan cerita. Setiap orang memiliki riwayat hidup tetapi jarang sekali ada orang yang di dalam hidupnya harus mengalami pertentangan yang besar dan masuk ke dalam liku-liku hidup yang rumit.

Menurut Chekov, drama Ibsen selalu berakhir dengan dramatis. Padahal di dalam kenyataan, pertantangan pasti ada, namun seringkali tanpa akhir cerita. Jadi, kalau tujuan realisme mengungkapkan kenyataan dalam hidup, maka sang pengarang tidak boleh terlalu “mengarang-ngarang” jalan cerita. Melaikan ia harus jujur, apa adanya dalam menggambarkan kehidupan.

Sumber: Modul Telaah Drama-Sastra Indonesia Universitas Pamulang

No comments: