Pertunjukan BIB BOB (2009) karya Rendra di Toko You Bandung |
Yang disebut dengan drama modern di Barat, drama yang muncul pada kurun waktu
sejak adanya aliran realisme (1825) sampai sekarang. Namun rumusan ini tidak
berlaku di Indonesia, sebab ketika di barat muncul drama modern, di Indonesia
sedang lahir drama tradisional “Barong” dan “Kecak”. “Wayang Orang, Ludruk, dan
Ketoprak” juga belum lahir. Jadi bisa dikatakan bahwa permulaan drama modern di
Barat, permulaan drama tradisional di Indonesia.
Setelah revolusi Perancis, kaum kelas menengah
menguasai masyarakat. Peengaruh raja-raja sudah mulai terkikis dan
terpinggirkan. Kaum kelas menengah ini terdiri dari para pedagan, kaum
industrialis yang biasa bekerja dengan menghitung dulu kenyataan dengan teliti.
Tidak seperti para raja yang biasa bertindak atas kekuata kekuasaan.
Akibat dari mode hidup kaum menengah yang terbiasa
menghitung kenyataan. Maka drama
klasik sudah tak lagi mampu memenuhi kepuasan jiwa orang kelas menengah yang
kini berkuasa. Mereka menginginkan tontonan yang lebih dekat dengan kenyataan
hidup. Namun bukan berarti drama yang mereka harapkan muncul begitu saja. Saat
itu yang muncul adalah Melodrama yang tidak berbobot.
Baru pada tahun 1825 munculah Hendrik Ibsen, seorang dramawan asal Norwegia yang
menulis sandiwara realistis tanpa mengarah kepada melodrama. Artinya, tanpa
tujuan memburu rasa haru penonton. Dengan
realisme, Ibsen mengupas masalah kenyataan kehidupan dengan tujuan untuk mencapai
pencerahan pikiran (Rendra; 2009).
Drama Ibsen tidak lantas dengan mudah diterima. Pikiran-pikiran serta gaya
berpikir Ibsen tidak terlalu mulus untuk disampaikan sebab belum ada yang tahu
bagaimana cara memainkan drama relistis Ibsen. Baru pada tahun 1877 di Perancis
munculah Andre Antoine. Di tangan orang inilah drama Ibsen terpenuhi harapannya
dan tahu bagaimana cara memaikan naskah-naskah Ibsen.
Sejak kesuksesan Ibsen, orang Eropa teertarik
untuk memperhatikan kenyataan. Sehingga muncullah
Anthon Chekov, seorang dokter yang juga berdarah seniman dan tekun
memperhatikan kenyataan.
Berbeda dengan Ibsen, Chekov melihat bahwa hidup tidak seperti yang diceritakan
Ibsen yang selalu urut dan runut jalan ceritanya. Chekov melihat bahwa hidup
tidak memiliki jalan cerita. Setiap orang memiliki riwayat hidup tetapi jarang
sekali ada orang yang di dalam hidupnya harus mengalami pertentangan yang besar
dan masuk ke dalam liku-liku hidup yang rumit.
Menurut Chekov, drama Ibsen selalu berakhir dengan dramatis. Padahal di dalam
kenyataan, pertantangan pasti ada, namun seringkali tanpa akhir cerita. Jadi,
kalau tujuan realisme mengungkapkan kenyataan dalam hidup, maka sang pengarang
tidak boleh terlalu “mengarang-ngarang” jalan cerita. Melaikan ia harus jujur,
apa adanya dalam menggambarkan kehidupan.
Sumber: Modul Telaah Drama-Sastra Indonesia
Universitas Pamulang
No comments:
Post a Comment