Tuesday, March 31, 2020

KAJIAN FILM DENGAN PENDEKATAN KAJIAN SASTRA

SALAM!
AKU CINTA PADAMU

Jangan lupa ngopi dan Bahagia.

Semoga kita semua selalu sehat. Selalu sehat. Selalu sehat. Semoga yang sedang sakit segera pulih dan kita bisa ngopi Bersama lagi. Jangan lupa, sambil membaca tulisan ini, siapkan cemilan, kopi, rokok, dan lain-lain yang bisa mengatasi mual selama membaca. Selamat membaca.

Pada tulisan-tulisan sebelumnya, saya sudah membahas sedikit-sedikit soal dunia perfilman. Khususnya produksi naskah skenario. Silahkan dicek sendiri di tulisan saya sebelum ini. Nah, pada tulisan ini saya akan mengajak anda untuk belajar membahas film dengan pendekatan atau gaya membahas karya sastra. Memangnya bisa?


Sejauh ini, banyak yang menganggap bahwa film memiliki kemiripan dengan karya sastra. Bahkan ada juga yang nekat bahwa film adalah karya sastra -khusus yang ini, masih jadi polemik-. Namun, sejak tahun 1960an di Amerika, kajian film menjadi kajian akademik yang sangat serius. Sebelumnya, di Eropa sudah ada dan banyak kajian film, namun fokusnya masih pada film sebagai karya seni dan karya yang mandiri. Sehingga, pendekatan yang dilakukan atau kajian yang dilakukan lebih terpusat pada soal produksi film, Teknik-teknik perfilman, pencahayaan, warna, dan lain-lain yang kaitannya lebih kepada film sebagai karya visual. Akibat dari banyaknya kajian semacam ini, munculah sekolah-sekolah atau jurusan di universitas yang fokus pada kajian film dan televisi.

Di amerika, studi film berkembang. Film tidak lagi menjadi hanya sebagai karya seni, tapi juga sebagai media yang di dalamnya terdapat muata-muatan atau gambaran sosio-kultural yang mengiri filmnya baik secar konten atau konteks. Kajian-kajian terhadap film mulailah memasuki kajian-kajian pada konten atau isi film. Kajian-kajian yang dilakukan mulai menggunakan pendekata-pendekan seperti sosiologi, psikologi, antropologi dan kajian-kajian interdisipliner atau multidisipliner. Karenanya kemudian bermunculanlah studi-studi film, televisi dan media.


Nah, terelepas dari itu semua, saya ingin mengajak pembaca untuk membaca film dengan menggunkan pendekatan karya sastra. Kemudian apa yang akan di pilih? Yang dipilih adalah pendekatan untuk karya sastra prosa. Ini dikarenakan film lebih mirip prosa naratif ketimbang dengan drama atau puisi. Memang, banyak yang berasumsi bahwa film lebih mirip dengan drama, sejatinya tidak. Asusmsi ini muncul mungkin hanya karena tokoh-tokoh dalam film dimainkan oleh para actor yang mirip dengan drama. Tetapi dalam praktiknya tidak. Tokoh dalam drama menghidupkan cerita, sementara tokoh dalam film dihidupkan oleh cerita atau narasi yang dibangun melalui gambar yang bergerak.

Oleh karena itu, pendekatan pada kajian film yang akan kita gunakan adalah meminjam pendekatan yang sering digunakan pada karya sastra prosa. Pedekatan atau kajian yang paling sederhana adalah membahas unsur intrinsik dan ekstrinsik -yang sejatinya merupakan lireary device atau perangkat sastrawi- atau sebutlah kira-kira mirip dengan pendekatan struktural atau forlmal pada sastra. Artinya, yang akan kita bahas dari film adalah isinya seperti halnya kita mengkaji karya sastra. Dengan pendekatan ini, tentu beberapa hal seperti Teknik pengambilan gambar, ukuran gambar, warna, suara, soundtrack, spesial efek dan visual efek tentu tidak akan dibahasa secara khusus pada model pendekatan ini.

Kajian film dengan pendekatan karya sastra ini, tidak lantas membuat dan menjadikan film sebagai karya sastra. Ia hanya mengandung unsur-unsur yang juga dimiliki karya sastra. Ini karena dalam film hampir seluruh jenis seni ikut andil. Makanya, mekaji film sebetulnya bisa menggunakan pendekatan apa saja. Kerena di dalam film tidak hanya seni pengambilan gambar, tapi ada muata-muatan lain yang bisa jadi memiliki pesan-pesan atau pelajaran-pelajaran yang ingin disampaikan oleh sang sutradara dan penulis skenario.

Tulisan ini hanya pengantar saja untuk tidak berhenti membaca film, membedah film, dan menghargai film sebagai suatu karya seni dan karya cipta yang tentu di dalamnya terkandung banyak manfaat. Di dunia ini, tidak ada yang tidak bermanfaat, sekalipun kita sudah menempatkannya sebagai sampah.

Sampai jumpa lagi.
Aku Cinta Padamu
SALAM!

No comments: