SALAM!
AKU
CINTA PADAMU
Pertunjukan Drama BIBBOB karya Rendra, 2009, di Majalenka. (kolpri,by Arul) |
Pembaca
yang Budiman, semoga kita selalu mendapatkan kebaikan nasib, sehat selalu,
selalu sehat, dan saudara kira yang sedang sakit agar segera dipulihkan kembali,
sehat lagi, daaaaannn….tentunya bisa ngopi bareng lagi dengan kita. Jangan
lupa, sambil membaca ini siapkan cemilan, kopi, kretek, susu, antimo, atau apa
saja untuk mengatasi mual akibat tulisan ini. Selamat membaca.
Tulisan
ini menyambung soal tulisan saya tentang Drama atau Teater. Meski tulisan
sebelum ini soal film, untuk nyambung dengan tulisan ini, silahkan baca kembali
tulisan sayan tentang Drama pada laman ini juga. Kali ini saya akan sedikit
menyampaikan mengenai jenis-jenis drama, khususnya dari segi sifat isi.
Jauh
sebelum hari ini, yakni dari khasanah drama era Yunani purba, drama menjadi dua
jenis, yakni Tragedi dan Komedi. Sampai akhirnya, muncul jenis lain yang
berkembang di Eropa abad 19 awal, yakni melodrama. Di timur, pembagian
berdasarkan sifat isinya ini tidak terjadi karena mengikuti sifat semesta yang
beragam. Sifat isi drama di timur bersifat campuran, berabagam seperti semesta
di Timur.
Drama
Tragedi, menurut Aritoteles adalah drama yang menyebabkan penontonya merasa belas
dan ngeri, sehingga penonton pengalami pencucian jiwa. Tragedi tidak ada
kaitannya dengan perasaan sedih, air mata bercucuran atau kecenganan lain. Sasaran
utama tragedi adalah kegoncangan jiwa penontonnya, sehingga lemas, belas
sekaligus ngeri. Jika disederhanakan, seusai menonton, penonton akan menyadari
betapa rapuh dan kecilnya diri di hadapan takdir. Penonton akan merasa beryukur
bahwa nasib buruk tidak menimpanya. Mereka juga akan menyadari bahwa manusia
hidup tidak bisa pongah dan harus tetap waspada, sebab suatu ketika bisa rubuh
diterjang nasib buruk. Itulah pengalaman ngeri dan belas telah mencuci jiwa
penonton sehingga memiliki kesadaran baru, bahwa ada yang lebih berkuasa dari
kekuasaan manusia. Aristoteles menyebut pencucian jiwa ini sebagai katarsis,
yakni dicuci sampai pedih sehingga bersih dan sehat kembali.
Drama
Tragedi yang tidak sampai pada belas, ngeri dan katarsis, menurut Aristoteles adalah
tragedi yang gagal. Dewasa ini, banyak sekali drama yang mengobral kecengan dan
kesedihan dianggap segai tragedi. Sungguh, ini adalah salah kaprah.
Drama
Komedi, adalah drama yang mengungkapkan kelemahan dan cacat sifat manusia
dengan cara yang lucu, sehingga penonton menjadi lebih bisa mengayati kenyataan
hidup. Komedi bukan sekedar lelucon apalagi guyon. Komedia harus bisa membuka
mata penonton untuk menghayati dan menjalani hidup lebih mendalam. (Rendra;
2009)
Drama
Melodrama, adalah drama yang menimbulkan perasaan haru dengan cara mengupas
suka duka hidup manusia. Melodrama tidak mendalam seperti tragedi, tidak sampai
pada ngeri, belas apa lagi katarsis. Tapi, melodrama yang baik, dengan cara
memunculkan rasa haru pada penonton, akan mendorong penonton menjadi lebih peka
perasaannya terhadap keadaan dan persoalan rumit di dalam kehidupan.
Di
dalam berkesnian, rasa haru atau menimbulkan perasaan haru harus diperlakukan
secara ketat dan disiplin yang keras, sebab berlebihan sedikit akan menimbulkan
kecengegan. Perasaan cengen ini akan merusak kepekaan kita dalam menghadapi
persoalan kehidupan, karena kecengengan adalah kabut perasaan yang mengaburkan
kewajaran berfikir.
Dewasa
ini, memang, banyak sekali acara Drama televisi atau film televisi yang diimpor
dari amerika mengobral melodrama cengeng yang oleh para kritikus disebut opera
sabun (soap opera), penuh kepalsuan seperti nyanyian iklan sabun mandi.
Sampai
di sini saja. Semoga tercerahkan. Sampai jumpa pada tulisan berikutnya.
AKU
CINTA PADAMU
SALAM!
No comments:
Post a Comment