Tuesday, April 28, 2020

Mengabadikan Tulisan Teman



Pada situasi yang tidak menentu ini, khususnya karena covid19, ada banyak hal yang terjadi. Segala lini mengalami perubahan. Selaga aspek mengalami perubahan. Seolah, kita sedang mengalami perubahan zaman, tidak hanya secara biologis, tetapi juga psikis. Di tengah-tengah itu semua, daya cipta tidak berubah, yang berubah hanya medianya saja. 

Beberapa hari ini, saya tidak menulis. Tetapi daya kreatifitas dan daya cipta harus dijaga. Saya mengisinya dengan membuat video, musik, mengeditnya, kemudian saya publikasikan di Youtube. sila cek kanal saya. begitu juga dengan teman-teman saya yang rajin menulis, mengabadikan peristiwa lewat tulisan. Maka, untuk mengabadikan teman saya, saya abadikan tulisannya di sini. Sebuah puisi dari Abner Raya Midara. Seorang pegiat sastra dan kepenulisanan di Roemah Poetica Kupang. 

Selamat Membaca --- jangan lupa ngopi dan jaga kesehatan.



PANDEMIK
ABNER RAYA MIDARA

Nenek itu, ya… yang itu,
yang pake sarung merah tanah.
Sambil memandang pada kakinya
Dia memuntahkan ludah sirih pinang.
Seekor lalat hinggap
di atas sayur dagangannya
Lalu pergi menghindari gerimis.
Seorang wanita baik hati,
memberikannya masker merah darah
Nenek itu, bingung
Cucunya tertawa-tawa saja
Lalu memercik air di atas sayur.
Ia cemas pada sayur yang mulai layu
Di seberang jalan, ya… di seberang jalan
Seberang jalannya nenek itu.
Seorang pria memakai masker kotor
Duduk di atas motor
Sambil melambai pada seorang gadis
Dia membuka jok memeriksa bensin.
Yang keluar hanya aroma kecemasan
Hari ini belum ada yang ojek,
Lalu menutup jok
Dengan cemas
Di sebelah kirinya…
ya di sebelah kiri tukang ojek
sebelah kananmu, bila behadapan dengannya.
Seorang gadis kecil
menemani bapaknya berjualan labu
Tidak pake masker,
ia tidak bisa bernapas katanya.
Matanya tidak lepas dari lemari minuman dingin
Di pinggir kiri pintu sebuah toko makanan kecil.
Melihat itu, bapaknya menjadi cemas
Seorang pemuda tampan
Tidak di sebelah manapun, dia baru tiba rumahnya
Anak kuliahan yang bersih sejak kecilnya
Dia mencuci tangannya di keran depan rumahnya
Memakai sabun cair yang wanginya minta ampun
Dia mencuci… mencuci…
dan terus mencuci
Dia ingin mencuci semua dosa pada dirinya
Kita harus tetap sehat,
kehidupan harus dilanjutkan
Katanya sambil meraih tisu dan handsanitizer.
Wajahnya penuh kecemasan
Matahari sudah bergerak turun,
Astaga, tentu saja di sebelah barat,
ya… tepat di belakang kananmu.
Bukankah ia bergerak
Terasa jauh lebih lambat dari biasanya,
Mungkin karena beberapa dari kita
mulai terbiasa di rumah saja.
Sementara angin laut bertiup
Aromanya seperti antiseptic di ruangan rumah sakit.
Orang-orang menjadi waspada, kuatir, lalu panic.
Menarik masker tinggi-tinggi hingga sesak,
Lalu jempol mereka menari-nari.
Sebagian berkata,
“besok saya harus melakukan sesuatu”
Lalu mengunci pintu pagar rumahnya,
Dan bersiap menikmati kerja dari rumah
Sebagian lain berkata,
“besok saya harus di rumah saja”
Lalu menyiapkan dagangan untuk dibawa ke pasar.
Hari esok sunggguh mencemaskan
Di atas trotoar, ya trotoar yang itu
Itu … Trotoar depan nenek yang tadi.
Penuh ludah dan kecemasan,
Orang-orang masih melintas di atasnya.
Dua ibu berpapasan, saling menjaga jarak
Sama-sama dipenuhi perhitungan kebutuhan
Yang seorang mengingat-ingat isi dalam kulkas
Yang seorang mengitung-hitung sisa beras.
Sama-sama cemas.
Senja sudah hampir tiba
Sebagai manusia,
Kita yang berdiri di sini harus saling jaga jarak.
Bukan karena kita saling mencurigai
Tapi saya cemas, karena bisa saja
Kita sedang berdiri di sisi yang salah.

Abner, Kupang 14 April 2020

#dirumahaja #corona #covid19 #lawancorona

No comments: