Wednesday, May 1, 2019

JAMURESI #4


JAMURESI #4
Gembyung dalam kenangan

Gembyung; Suber Foto: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id


Kesenian Gembyung adalah seni musik yang dikembangkan dari seni musik Terbang yang sudah membumi di pesantren-pesantren di sekitar Cirebon. Gembyung dimainkan dalam upaca-upacara keagamaan dan pesta rakyat lainnya. Di Jamuresi, Gembyung biasanya dimainkan untuk mengiri marhabaan keliling dan sukuran-sukuran lain di rumah-rumah warga.

Gembyung di Jamuresi berwaditrakan Terbang, Kendang, Goong dan Kecrek. Pemainnya kurang lebih sembilan orang dengan satu orang solis atau vokalis. Lagu-lagu yang dimainkan biasannya shalawatan dari kitab al-Barjanji dengan nada khas Sunda, atau sesekali mereka menyayikan lagu sunda yang isinya berupa amanat atau hikmah keislaman.

Sebagai seni musik bernuansa Islami, Gembyung diduga masuk ke Jamuresi berbarengan dengan membuminya Islam di Jamuresi. Islam masuk dan diajarkan di Jamuresi oleh salah seorang yang diduga murid Sunan Kalijaga dari Cirebon. Sehingga sedikit wajar jika ia mebawa serta tradisi yang sempat ia lakukan di Cirebon dibawa serta ke Jamuresi.

Namun sayang, perubahan arus kebudayaan di Jamuresi terlampau deras dan mudah sekali berubah. Sejak listrik pemerintah masuk ke Jamuresi, Gembyung hilang begitu saja. Kalau pun ada usaha menghidupkan kembali Gembyung Jamuresi, sepertinya akan sulit. Selain para pemainnya sudah banyak yang menjadi nisan, kesenian ini hilang begitu saja seperti tertiup angin dan belum sempat diturunkan pada generasi berikutnya. Begitu pula dengan marhabaan keliling, sudah mulai pudar pula.

Banyaknya kerarifan lokal yang hilang dari Jamuresi menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah Ciamis kurang perhatian terhadap kesenian dan kebudayaannya sendiri. Mungkin tidak hanya di Jamuresi yang terletak jauh dari pusat pemerintahan, tapi juga terjadi di tempat lain di wilayah Ciamis. Bukan hanya dulu, sekarang pun pemerintah Ciamis masih kurang perhatian terhadap kebudayaan lokal dan segala macam peninggalannya. Bukti lain adalah pembangunan gedung kesenian yang tidak sesuai kebutuhan dan terbengkalainya beberapa situs cagar budaya seperti ‘batu tulis multizaman’ di Citapen desa Sukajaya.

Tentu saja, besar harapan saya, dari yang tidak saya ketahui, masih ada keinginan untuk melakukan perubahan untuk Ciamis yang lebih baik setelah ditinggal oleh Pangandaran.


2016

No comments: