Wednesday, April 29, 2020

ANTARA MUDIK, PULANG KAMPUNG, DAN RUANG HENTI

Salah satu sisi ruang henti ketika mudik -  Jembatan Panjang antara Bandung - Cianjur (kolpri)

SALAM
AKU CINTA PADAMU


Selamat membaca, selamat menikmati sesampahan dari isi kepala yang tidak pernah terstruktur dan melompat-lompat ---

Jangan lupa, siapkan sesajen anti mual saat membaca ini, dan tentu saja jangan lupa ngopi dan jaga kesehatan!!!


ANTARA MUDIK, PULANG KAMPUNG, DAN RUANG HENTI
--------------------------------------------
Beberapa hari ini, dan mungkin beberapa hari kedepan, beranda sosmed kita masih akan dipenuhi dengan serangkaian kelucuan perdebatan mengenai mudik dan pulang kampung. Berapa ahli Bahasa karbitan mucul, pun juga yang sudah kapalan, untuk membahas kata mudik dan frasa pulang kampung. Bahkan bisa jadi, Karni Ilyas dan TVOne akan menggelar ILC dengan tajuk apa bedanya mudik dan pulang kampung. Untung saja sedang ada larangan berkumpul, jadinya ILC dengan tajuk ini belum digelar. Selain yang pro dan kontra, akan muncul juga orang-orang yang mencerca keduanya sebagai suatu kebodohan dan kesia-sian di tengah pandemik Covid19 yang belum menampakan tanda-tanda akan usai.

Jakarta misalnya, usai menggelar edisi PSBB yang pertama, bukannya memperlihatkan kemajuan ke arah yang baik, tetapi malah mengumumkan PSBB diperpanjang dan diperketat dengan menyalahkan masyarakat yang tidak patuh. Beberapa daerah yang lainnya ikut menyusul melakukan PSBB karena sudah mulai melihat warganya satu persatu berjatuhan karena Covid19. Juru biacara tim penangan Covid19 pun masih mengumkan pertambahan korban yang terus bertambah, berapa yang selamat, berapa yang dirawat, berapa yang meninggal, masih menghiasai ruang informasi kita. Di tengah itu semua, munculah hal-hal yang seringkali nampak lucu bahkan cenderung banyol, salah satunya adalah perdebatan mengenai perbedaan antara mudik dan pulang kampung. Hal ini terjadi karena pernyataan presiden pada suatu acara yang dipandu Najwa Shihab yang membedakan makna mudik dengan pulang kampung.

Saya tidak akan menjadi ahli Bahasa yang membahas kata mudik dan frasa pulang kampung yang bisa dengan mudah dibuka di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pada lema kata mudik, kita akan medapatkan kelas kata kerja denga dua arti, (1) v- pergi ke udik, (2) v- cak- pulang ke kampung halaman. Kemudian frasa pulang kampung terbentuk atas dua kata, pulang dan kampung, yang ketika bergabung menjadi pulang kampung memiliki arti yang sepadan dengan mudik. Ya, bagi yang awam, melakukan pencarian makna akan serta merta langsung membuka kamus, dan menganggap makna yang ada di dalam kamus adalah makna yang sudah final. Tidak secepat itu Ferguso!

Pemaknaan suatu kata tidak lantas selesai hanya dengan membuka kamus, karena dalam penggunaan kata, hal-hal sifatnya kontekstual dan kolokasional ikut serta di dalamnya. Makna kamus hanyalah makna dasar. Setelah kata digunakan dalam suatu wacana, munculah makna yang lain yang terkait bagaimana kata itu digunakan. Seperti kita menggunakana kata “anjing”, “jancok”, “Asu” yang tidak lantas maknanya mengacu pada makna kamus. Jadi, makna kata mudik dan frasa atau ungkapan atau kompositum pulang kampung, tidak bisa dipertukarkan begitu saja. Pada bebera kasus penggunaan, frasa pulang kampung bisa memunculkan beragam makna. Tinggal pilih saja mau yang mana, pulang (ke) kampung dengan arti pulang ke daerah asal, pulang (ke) kampung dengan arti pulang ke kampung halaman, atau pulang (ke) kampung dengan makna yang lebih dalam dan hiperbolis, mati. Silahkan, tinggal pilih. Dan makna-makna yang muncul itu tidak lantas bisa bertukar dengan kata mudik.

Cukup, saya tidak ingin berpanjang-panjang soal itu, biar para ahli saja yang berbicara. Ada yang lebih penting dari itu semua. Kita, di tengah bandai pandemik Covid19 ini, mestinya lebih peduli pada situasi yang harus kita tanggapi sekarang. Bagaimana menyelesaikan pandemik ini dan kita semua bisa beraktifitas seperti sebelumnya, atau bahkan lebih baik dari sebelumnya. Terlepas persoalan perbedaa makna mudik dan pulang kampung keluar dari Presiden, yang harus kita lakukan adalah tidak larut Bersama dengan itu, kita harus bersama-sama, bahu membahu menyelesaikan pendemik Covid19 ini agar ia segera mudik dan pulang kampung.

Kita tidak pernah tahu kapan situasi ini selesai, jika kita terus-terusan tidak berusaha membantu yang lain yang sedang bekerja menyelesaikan pandemik. Berapa banyak lagi saudara kita yang harus mati? Berapa banyak lagi tenaga medis yang harus mati? Berapa banyak lagi relawan yang harus mati? Atau memang kita sudah siap dalam antrian dan bersiap ikut menyusul mereka? Mati karena Covid19, dikubur tanpa arak-arakan do’a dan tahlilan?

Kalau soal ekonomi, saya pikir, semua juga terdampak. Tidak hanya kamu, saya, tapi juga mereka, semua terdampak. Jika tetap bersikap konyol, tidak peduli dan mementingkan diri sendiri, ini tidak akan selesai. Saya jadi teringat sajak Rendra, Kita tidaklah sendiri dan terasing dengan nasib kita. Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan. Suka duka kita bukanlah istimewa, kerna setiap orang mengalaminya. Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh. Hidup adalah untuk mengolah hidup, bekerja membalik tanah, memasuki rahasia langit dan samodra, serta mencipta dan mengukir dunia. Kita menyandang tugas, karena tugas adalah tugas. Bukannya demi sorga atau neraka, tetapi demi kehormatan seorang manusia (Rendra, Sajak Sepatu Tua; 1983).

Inilah saatnya, tugas kita membela sesama, keluarga di kampung, hanya dengan rebahan di rumah. Kapan lagi, kita menyelamatkan saudara kita hanya dari rumah saja. Kapan lagi kita berbakti kepada negara hanya dengan tidur-tiduran di rumah. Ini lah saatnya. Sudah, kita di rumah saja. Inilah tugas kita saat ini. Bukan memperdebatkan apa bedanya mudik dan pulang kampung.

Bukankah kita sudah sama-sama saling tahu, bahwa penyebaran virus corona belum juga bisa dihentikan? Bukankah kita juga sama-sama tahu bahwa korban yang berjatuhan semakin banyak? Bukankah kita juga sama-sama tahu bahwa usaha-usaha yang dilakukan masih juga belum memperlihatkan ke arah yang lebih baik? Inilah saatnya, kita beraksi dan membatu agar ini cepat selesai, dengan cara yang bisa kita lakukan saat ini. Dan sudah tentu, agar persoalan ekonomi juga segera kembali membaik dan bahkan lebih baik, karena kita sudah berlatih dari selama berada di rumah. 

Jika sebelumnya, mudik dan pulang kampung adalah ruang henti dari segala macam kesibukan kerja dan kebisingan duniawi, maka, sekarang mari kita balik, tidak mudik dan tidak pulang kampung adalah ruang henti dari kebiasaan buruk Ketika pulang kampung. Ruang henti dari membahyakan diri di jalan, ruang henti dari foya-foya sehabis puasa, ruang henti dari keriyaan dan kesombongan yang tidak kita sengaja atau disengaja. Ruang henti dari segala macam yang merusak hasil puasa kita. Ruang henti dari membahayakan keluarga di kampung halaman dari ancaman Covid19. Anggap saja, ini adalah ruang henti sejenak dari keriuhan duniawi. Anggap saja ini adalah ruang jeda dan kontemplasi untuk memperbaiki diri, dan menjadi lebih baik di hari esok.

Inilah saatnya, kita merebahkan diri dan mendekat pada yang dekat dengan kita. Bagi yang terisolasi, mendekatlah pada diri sendiri dan tuhan. Bagi yang menjadi berjauhan dengan keluarga, mendekatlah pada diri sendiri, adakalanya kita perlu berjarak dan memberikan pengertian bahwa tidak selamanya kita milik keluarga. Bagi yang terjebak Bersama keluarga dan sebelumnya hanya bertemu dua jam sebelum tidur, inilah saatnya untuk bersama, menikmati waktu penuh bersama-sama. Karena menafkahi keluarga bukan hanya sekedar diberi makan saja dan meninggalkannya untuk berkerja. Dan itu semua, demi membatu semua orang, untuk segera lepas dari pandemik yang menjengkelkan ini.

Jika hari ini ada perbedaan makna mudik dan pulang kampung, rasanya kita perlu sekolah lagi untuk bisa menerimanya. Mari kita ambil yang paling jelas, tegas, dan baik untuk kita semua. Untuk saat ini, munggahan, puasa, lebaran, atau yang sejenisnya, demi keluarga di kampung halaman, jangan pulang kampung dan jangan mudik. Cintailah dan sayangilah keluarga. Jangan pulang. Sesekali, kita rasakan perasaan saudara kita yang tak pernah bisa pulang kampung karena situasi ekonominya, atau yang tak bisa pulang kampung karena sudah tak punya kampung halaman, atau tak pernah bisa mudik karena tak cukup biaya untuk melakukannya. Hal yang paling penting saat ini adalah Bersama-sama sesegera mungkin menyelesaikan pandemik ini. Kita pasti bisa.

SALAM

AKU CINTA PADAMU

===
catatan dan cacatan


Sejatinya, tulisan ini sudah ditulis sejak tanggal 23 April 2020. Berusaha dikirim ke media cetak dan oline agar diterbitkan di sana, tapi rupanya tulisan ini masih belum layak untuk diterbitkan. jadi, dari pada menganggur, dan tidak terpublikasi meski hanya akan menjadi sampah di sini dan di kepala pembaca, saya publikasikan saja di sini. hal ini menyadarkan, bahwa saya masih harus banyak belajar menulis, khususnya membangun argumen dalam sebuah tulisan.

5 comments:

michelle said...

Numpang promo ya Admin^^
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat
ayo segera bergabung dengan kami di ionpk.biz ^_$
add Whatshapp : +85515373217 || ditunggu ya^^

Zaky Mubarok said...

silakan--- semoga laku --- wkwkwkwk

Jawa ngapak said...

Tidak semudah itu ferguso, saya sudah tidak mudik kemarin dan masa iya tahun ini tidak mudik lagi bisa bisa jadi bang Toyib ini saya pak wkwkwkwk

Zaky Mubarok said...

akhrinya jadi bang covid juga kan ---

Lins said...

Mantap paakk jd pengen mudik