Thursday, May 2, 2019

JAMURESI #5


JAMURESI #5
Batu Tulis Citapen; Situs Multizaman

Batu Tulis Citapen

Batu Tulis Citapen
Kira-kira tahun 1994, saya mendengar dan mulai mengetahui bahwa di desa saya, Sukajaya, ada batu tulis. Batu tulis ini letaknya di dusun Citapen Pasir. Untuk seorang anak SD, jarak antara Jamuresi dan Batu Tulis Citapen lumayan cukup jauh, ditambah tahun-tahun itu kendaraan anak SD yang paling tren hanya sepeda. Akibat kurang nakal, kurang nekat, dan kurang rasa ingin tahu, sampai saya lulus SD saya gagal ke Batu Tulis Citapen. Juga karena terlalu percaya pada mitos-mitos yang ada di masyarakat Sukajaya.

Wednesday, May 1, 2019

JAMURESI #4


JAMURESI #4
Gembyung dalam kenangan

Gembyung; Suber Foto: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id


Kesenian Gembyung adalah seni musik yang dikembangkan dari seni musik Terbang yang sudah membumi di pesantren-pesantren di sekitar Cirebon. Gembyung dimainkan dalam upaca-upacara keagamaan dan pesta rakyat lainnya. Di Jamuresi, Gembyung biasanya dimainkan untuk mengiri marhabaan keliling dan sukuran-sukuran lain di rumah-rumah warga.

Gembyung di Jamuresi berwaditrakan Terbang, Kendang, Goong dan Kecrek. Pemainnya kurang lebih sembilan orang dengan satu orang solis atau vokalis. Lagu-lagu yang dimainkan biasannya shalawatan dari kitab al-Barjanji dengan nada khas Sunda, atau sesekali mereka menyayikan lagu sunda yang isinya berupa amanat atau hikmah keislaman.

Sebagai seni musik bernuansa Islami, Gembyung diduga masuk ke Jamuresi berbarengan dengan membuminya Islam di Jamuresi. Islam masuk dan diajarkan di Jamuresi oleh salah seorang yang diduga murid Sunan Kalijaga dari Cirebon. Sehingga sedikit wajar jika ia mebawa serta tradisi yang sempat ia lakukan di Cirebon dibawa serta ke Jamuresi.

Namun sayang, perubahan arus kebudayaan di Jamuresi terlampau deras dan mudah sekali berubah. Sejak listrik pemerintah masuk ke Jamuresi, Gembyung hilang begitu saja. Kalau pun ada usaha menghidupkan kembali Gembyung Jamuresi, sepertinya akan sulit. Selain para pemainnya sudah banyak yang menjadi nisan, kesenian ini hilang begitu saja seperti tertiup angin dan belum sempat diturunkan pada generasi berikutnya. Begitu pula dengan marhabaan keliling, sudah mulai pudar pula.

Banyaknya kerarifan lokal yang hilang dari Jamuresi menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah Ciamis kurang perhatian terhadap kesenian dan kebudayaannya sendiri. Mungkin tidak hanya di Jamuresi yang terletak jauh dari pusat pemerintahan, tapi juga terjadi di tempat lain di wilayah Ciamis. Bukan hanya dulu, sekarang pun pemerintah Ciamis masih kurang perhatian terhadap kebudayaan lokal dan segala macam peninggalannya. Bukti lain adalah pembangunan gedung kesenian yang tidak sesuai kebutuhan dan terbengkalainya beberapa situs cagar budaya seperti ‘batu tulis multizaman’ di Citapen desa Sukajaya.

Tentu saja, besar harapan saya, dari yang tidak saya ketahui, masih ada keinginan untuk melakukan perubahan untuk Ciamis yang lebih baik setelah ditinggal oleh Pangandaran.


2016

Tuesday, April 30, 2019

MENJAUH


M E N J A U H

Apa yang ada dalam kepalamu ketika kenyataan dan cita-cita semakin menjauh dan berjauhan?
juga Apa yang kamu lakukan mendapati diri terkurung dalam kenyataan tetapi tak berdaya menjawab persoalan?

Catatan ini adalah saksi atas cacatan diri yang semakin hari semakin menampakkan kemenangannya. Sementara aku, hanya berjuang untuk menunda kekalahan saja sudah tak mampu.

Hari Kemarin, Senin, hari ini Selasa 30 april 2019, pukul 01.46 waktu laptop, aku mendapati diriku dalam keadaan tidak nyaman. Tidak nyaman atas peristiwa yang menurutku juga tak berdampak apa-apa pada hidupku secara langsung. Tapi aku tahu, kejadian dan pertistiwa hari Senin kemarin, selain merayakan Hari Puisi, juga penutupan haul Danarto di UIN Jakarta, akan berdampak bagiku dikemudian hari hari. Lengkap sudah, rangkaian acara selama satu minggu di UIN jakarta tak satupun yang aku hadiri, padahal jelas, setengah dari hidupku berkecipung dan bersinggungan dengan dunia semacam itu, puisi, sastra, apresiasi sastra, kesenian...dan hari ini, menjadi bukti, jiwaku semakin menjauh dari itu semua, sementara badanku tertinggal. eh, terbalik ya....tak. Malah lebih dekatnya, keduanya.

Sungguh, ini semacam kemalangan yang hadir menimpa berkali-kali. Terseret dalam kewajaran hidup, namun terlepas dari cita-cita dan tercabut dari akar adalah menyakitkan. Betapa tidak, sementara ragaku "seolah-olah" berperan menopang cita-cita, namun tanpa daya dan upaya aktualisasi diri. Aku terkurung imajinasi dan malah asik sendiri, sementara kenyataan tak pernah aku tengok dan aku rawat.

Catatan ini, menjadi saksi atas cacatan diri yang semakin hari semakin menang. Sementara aku, menunda kekalahan saja tak mampu.

Di kemudian hari, sementara nanti kita berada di masa depan yang entah, tulisan ini akan mejadi jawaban, apakah aku kembali pada cita-cita saat ini, atau cita-cita sudah aku ganti dengan yang lain. Tidak tahu.

Selamat menikmati kekalahan melawan waktu dan kewajaran.