Saturday, May 27, 2023

KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL YANG TIDAK INTERNATIONAL; SEBUAH CACATAN

Cacatan disampaikan pada bedah buku Kabayan, Dul Go International Karya Nuraeni Martawisastra Djunaedi yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Tangerang, 25 Mei 2022.

Sebelum membaca, sila siapkan dulu cemilan atau kopi atau benda lainnya yang bisa membuat tenang, karena tulisan ini bisa jadi memicu serang mual dan sebagainya. wakakaka.

Selamat membaca, dan mari kita mulai!!!

------------------------

Maaf, jika judul tulisan ini terasa terlalu bombastis. Tapi itulah adanya setelah saya berulang-ulang, mencoba membaca dan menelaah isi buku yang berjudul KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL karya Nuraeni Martawisastra Djunaedi. Tulisan lain dari Nuraeni bisa dibaca di sini.

gambar ini, dari sini.

Ketika berhadapan dengan sebuah buku, umumnya semua orang, atau mungkin hanya saya saja, impresi pertama selalu datang dari judul buku, kemudian sampulnya, meski dalam kepala selalu tertanam jangan menilai buku dari sampulnya. Tapi pada kenyataanya tetap saja, mata selalu menjajah pikiran lebih kuat.

Dari sampul yang kita lihat, kita dijajaki imajinasi yang kemudian memunculkan pertanyaan, apa isinya? Bahkan kadang-kadang yang sering terjadi, karena tampilannya tidak oke, kita tidak jadi membaca sebuah buku. Beruntunglah teman-teman tunanetra yang tidak pernah dijajah mata dan tidak pernah melakukan penilaian terhadap buku berdasarkan sampulnya.

Dihadapan buku dengan judul KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL, saya dibuat bingung. Selain karena bukunya menggunakan dua Bahasa, Inggris dan Indonesia dengan Inggris yang lebih dominan, saya juga bingung dengan bentuk tulisan yang tersaji dan siapakah sasaran pembaca tulisan dari buku ini.

Apakah buku ini adalah kumpulan puisi, kumpulan cerpen, novel, atau drama? dari empat bentuk yang saya sebut, mungkin hanya puisi yang kemungkinannya kecil. Meski puisi seringkali memiliki kebebasan menciptakan bentuk, tapi rasanya terlalu maksa untuk menyebut KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL sebagai kumpulan Puisi.

Begitu juga dengan bentuk yang lainnya. Pada sub judul dalam buku KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL yang jumlahnya ada 28 judul, tidak ada satupun yang bentuknya bisa disebut sebagai cerpen, novel, atau pun drama. Ini, jika kita mengikuti kaidah umum penulisan cerpen, novel dan drama. sebab secara teknis, bentuk penyajian tulisan tidak ada yang mendekat kesana.

Cerpen dan novel, seringkali disajikan dalam bentuk naratif deskriptif. Kemudian Ketika ada dialog para tokohnya, dialog disajikan dalam bentuk kutipan langsung. Sementara drama, dalam penyajiannya, cerita ditulis dalam bentuk dialog tanpa kutipan dan dengan narasi yang lebih sedikit.

Nah, yang terjadi pada buku KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL, penulis menggabungkan semua Teknik penyajian yang saya sebutkan, yang akhirnya menjadi tidak punya bentuk meski maksa bahwa itu adalah cerpen, sepertinya sulit.

Namun, jika kita mencoba maksa sisi baiknya, baiklah, kita anggap bahwa ini adalah bentuk baru. He-he-he-. Ini perlu kita apresiasiasi. Sebab, hanya sedikit orang yang mampu melakukan itu.

Dari bentuk yang kita terima, saya lebih senang menyebut tulisan ini sebagai sketsa. Jika pembaca sering menonton televisi, ada beberapa acara televisi yang bentuknya sketsa seperti tulisan dalam buku KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL. Misalnya acara adzab di Indosiar. Pada acara tersebut, seringkali diawali dengan ceramah, kemudian diberikan adegan penguat ceramah, dan terkahir sang ustadz memberikan kesimpulan. Itulah bentuk yang terjadi pada KABAYAN, DUL, GO INTERNATIONAL.

Dari 28 judul cerita dalam buku KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL, tidak semua bentuknya terasa aneh dan terasa maksa, ada juga yang bentuknya baik, misalnya Kabayan, as Badut Istana di halaman 37. Ini terasa seperti cerpen konvensional, akan mudah diterima pembaca dan menurut saya berpotensi go international jika dulis dalam Bahasa Inggris.

Pada judul tersebut, cerita mengalir begitu saja dengan akhir cerita yang bisa langsung diterima tanpa merasa aneh. Ini terjadi mungkin karena pola penyusunan plot dan struktur ceritanya baik. Sementara yang lainnya terasa maksa.

Pada cerita yang lain, misalnya dalam judul Selamatan Rumah, struktur plot cerita humor, di sini sangat bait. Antara premis, kemudian setup dan punch linenya berhasil. Sementara yang lainnya, jika mengikuti pola komedi yang baru saya sebutkan, pada punch line terasa tidak berhasil dengan baik.

Jika tulisan-tulisan pada KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL dimaksudkan sebagai humor yang lain atau labih jauh mau disebutkan sebagai komedi satir, ini juga masih terasa jauh. Sekalipun beberapa cerita misalnya dengan judul BAKAT cukup terasa satirnya.

Ada juga pada cerita lain lagi dengan judul COMERCIAL BANK, sketsa yang dibangun untuk mengkritisi sistem kredit bank terasa hambar.

 

DUL                : Sudah bertamasya, sudah belanja, jadi pusing kepala

KABAYAN      : Mengapa pusing kepala

DUL                : Hutang Yan

KABAYAN      : Iya hutang

DUL                :Pusing kepala mendadak hilang melihat karyawati bank, berpakaian rapi, wangi, cantik. Malah kalau bisa, sesring mungkin memberi tumpukan uang, setoran tagihan.

KABAYAN    : Iya. Ketika dia asik menghitung tumpukan uang kita juga asyik memandangnya tanpa dia sadari. Hehehe

DUL               : Uang pecahan kertas terkecil, biar lebih lama ngitung.



Dialog antara DUL dan KABAYAN soal hutang sepertinya akan enak jika ditutup oleh KABAYAN dengan kalimat, “ketika dia asyik menghitung uang, kita malah pusing menghitung hutang.” Pada kalimat ini, pembaca akan mendapatkan pesan mengenai hutang, kredit, dan sistem perbankan seperti dalam premis yang dibangun di awal cerita.

Terlepas dari semua yang sudah saya ungkapkan, harus kita akui bahwa penulis cukup canggih untuk menarik pembaca dengan mengambil nama tokoh KABAYAN yang sudah seperti legenda dan mitos bagi orang sunda dan tokoh DUL yang sudah melekat sebagai ikon Betawi meski yang membuat tokoh tersebut adalah seorang minang yakni Aman Datuk Madjoindo. Juga, kehadiran DEN BAGUS, yang oleh penulis diletakan sebagai warna budaya jawa. Ini menarik. Meskipun, sekali lagi, tidak terasa International, karena ketiganya tidak dibuatkan seting cerita yang berlatar luar Indonesia, dan berusaha melihat Indonesia dari luar. Hanya pada judul cerita WELCOME TO SINGAPORE saja, penulis berusaha melihat Indonesia dari luar.

Kehadiran buku KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL, terlepas dari kekurangannya, ini adalah sebuah Langkah berani dari seorang Nuraeni untuk mencetak tulisannya dan mengabadikan padangannya pada sekitar, pada apa yang ia rasakan, pada apa yang ia lihat dengan menjadikannya sebuah buku. Bagaimanapun, ditengah gempuran media digital, buku tetap lebih mewah. Meskipun, jangkauan media digital seringkali lebih luas dari buku. Seperti beberapa tulisan dalam buku KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL yang berbahasa inggiris, yang penulis sajikan di Blog. Justru potensi go internationalnya lebih tinggi dari pada buku yang ditulis dalam Bahasa inggris, tetapi diterbitkannya di Indonesia.

Pada KABAYAN, DUL, GO INTERNATIONAL, Penulis juga tidak berusaha untuk menggurui pembacanya. Ia menulis dengan apa adanya. Mengalir begitu saja. Sehingga tulisan-tulisan dalam buku KABAYAN, DUL GO INTERNATIONAL tidak menjadi berat. Pesan yang ingin disampaikan pun bisa dicerna dengan tidak perlu mengeryitkan dahi. Dan ini menjadikan buku ini menjadi bisa dibaca oleh siapa saja.

Selain itu, hal yang patut kita tiru adalah semangat menulis dari Nuraeni. Ditengah kesibukannya sebagai ASN, ia masih sempat dan menyempatkan diri untuk menulis. Ini susah dan tidak dimiliki oleh semua orang, tatapi bisa diikuti. Nuraeni, sampai disiini telah melakukan kerja untuk keabadian. Sebagaimana kata pram, “MENULIS ADALAH KERJA KEABADIAN”.

Akhirnya, saya ucapkan selamat atas kelahiran bukunya. Semoga terus hadir buku-buku yang lainnya, yang tentu saja lebih keren dari buku yang saya baca ini. Saya tunggu buku berikutnya.

Sekian. 

AKU CINTA PADAMU.
tulisan lain dari saya, Cek di sini.

Friday, October 7, 2022

CACATAN MENONTON ONE PIECE RED

 CACATAN MENONTON ONE PIECE RED

Halo pembaca, semoga kita semua dalam keadaan yang menyenangkan, seimbang dan tak kurang suatu apa pun meski situasi sedang tidak menentu. Hujan yang mulai asik dan terbiasa turun. Banjir yang mulai menghantui. Sakit pancaroba yang mulai mendera. Juga kejadian-kejadian yang tak kuasa kita tolak datang tak terduga. Semoga sehat-sehat selalu kita semua. Jangan lupa, seperti biasa, sebelum melanjutkan membaca, siapkan sedikit cemilan, kopi, atau rokok untuk menghilangkan mual Ketika membaca. Karena tulisan ini, tidak serius-serius amat. Hahaha ---

Setelah sebelumnya saya menulis pasca menonton film KKN yang tidak KKN, akhirnya saya memutuskan menulis catatan menonton lagi pada film ONE PIECE; RED. Walaupun sebenarnya setelah nonton KKN, saya banyak juga menonton film yang lainnya, baik di bioskop maupun di layanan streaming. Bukan berarti tidak menarik, dan tidak mengandung hal-hal yang bikin kesel, hanya saja, kegelisahan saya tidak memuncak.

Misalnya Film BEN DAN JODI, FILOSOSFI KOPI SERIES, kurang menarik apa? Atau film perjuangan seperti KADET 1947 meski belum sekeren MIDWAY yang juga gak epic-epic amat…kurang keren apa coba. Atau yang juga sama-sama hangat, sehangat kopi, MENCURI RADEN SALEH, dengan menyuguhkan tema pencurian dan terasa baru bagi film Indonesia tapi kemudian oleh penonton disebut-sebut mirip dengan MONEY HEIST, ITALIAN JOB, atau mungkin ARMY OF THIEVES, atau kisah sekelompok pencuri yang lainnya seperti RED NOTICE, OCEAN’S ELEVEN, OCEAN’S 8, THE TIEVES atau mungkin juga COLLECTORS yang ide pencuriannya hampir sama, mencuri benda seni berharga. Mereka semua menarik. Tapi setelah menonton film ONE PIECE; RED yang meski rating usiannya 13+, saya lebih memilih untuk membicarakan ini dulu.

Selain karena ONE PIECE; RED sebagai bagian dari perayaan 25 tahun cerita ONE PIECE berjalan sampai hari ini. ODA sang penulis menghadirkan tema-tema yang sebenarnya tidak terlalu asing juga. Hanya saja, ODA menyelipkan lapisan pesan lain yang mungkin perlu penelaahan ulang, menonton ulang, sampai akhirnya pesan itu diterima. Meski sebenarnya, tema semacam ini sudah tak terlalu asing dalam cerita one piece.

Baiklah mari kita mulai saja nyocot gak karuannya. Jangan lupa Tarik nafas dulu. Hahahaha. Selamaat membaca.

Monday, May 30, 2022

CACATAN MONONTON FILM KKN DI DESA PENARI; KKN YANG TIDAK KKN

 Hai para pembaca, semoga kalian selalu sehat!

Jangan lupa, seperti biasa, sebelum melanjutkan membaca tulisan ini, sila siapkan kopi, cemilan, dan rokok, juga obat mual. kalau-kalau tulisan ini membuat mual dan ingin muntah.

Der ah! 


Selamat Membaca.

Akhirnya, gue, aku, saya, hmm --- saya aja ya --- jadi bagian dari 8.3jt orang (berdasarkan wikipedia per 22 Mei) yang menonton film KKN di Desa Penari 2022 karya Mas Awi Suryadi secara setengah disengaja karena di XXI The Park Sawangan tidak banyak pilihan. Saat saya datang, hanya ada Doctor Strange, Top Gun, The Doll 3, dan Cinta Subuh. Kenapa yang dipilih KKN, karena trend, supaya nyambung kalau ada yang sedang nyinyir--kkkkkkk dan tentu usaha mencintai film produk lokal yang sedang berkembang pesat.

Sebelum jauh bercerita pengalaman menonton film KKN yang tidak KKN, film ini salah satu yang oke dari film Mas Awi yang pernah saya tonton seperti Mupeng (2008), Asmara Dua Diana (2009), Selendang Rocker (2009), dan Danur entah yang mana. Secara umum, film ini baik-baik saja. Tak terlalu banyak yang wah, juga tak terlalu banyak yang merusak mood untuk melanjutkan menonton.

Mari kita mulai ceritanya ---

Poster KKN DI DESA PENARI sumber IMBD

Sebagai penonton yang gak mau membandingkan cerita adaptasi dengan cerita aslinya atau bentuk awal cerita, film ini baik-baik saja. Karena pada film, tentu hal yang utama adalah tafsir dan kepentingan sutradara, penulis naskah dan produser. Terlepas dari kepentingan apa yang ingin mereka sampaikan, film ini masih bisa diikuti meski ada beberapa yang sedikit menggangu.

Mulai dari jalan cerita, meski terasa lambat dan memang panjang juga, yakni 121 menit, Film ini tidak membuat jenuh karena tidak mengandung informasi yang bertele-tele dan doble informasi. Dengan kata lain, cerita masih bisa diikuti. Kemudian, pemilihan pemain dan pembangunan karakter, terasa cukup-cukup saja, tak berlebihan dan pas-pas saja. Dalam hal ini, saya termasuk setuju atas pujian penonton pada usaha Aulia Sarah sebagai Badarawuhi dan Aghnin Haque sebagai Ayu/Dawuh. Aktingnya Adinda Thomas adek kelasnya Khiva Iskak atau mungkin muridnya dan mungkin pernah ketemu dan berguru ke Bang Harris Priadie Bah di LSPR, juga bagus. Semuanya aja lah disebut, Kiki Narendra, Tissa Biani, Achma Megantara, Calvin Jeremy, Fajar Nugraha dan Bang Diding "Boneng" Zeta juga cukup pas dalam memainkan perannya. Zombi atau iblis atau dalam cerita disebut sebagai anak hasil persetubuhan Badarawuhi dan Bima juga baik-baik saja. Selebihya oke.

oh Iya, ngomong-ngomong soal banding membandingkan, Saya jarang bahkan hampir tidak mau membandingkan cerita hasil adaptasi karena film ini bukan Biopic, bukan juga dokumenter. Juga kalau bukan untuk kepentingan kajian bandingan. Terlebih, film KKN ini bukan diadaptasi dari film juga. otomatis sudah jelas berbeda, karena medianya juga berbeda.