BINTANG DUA DUNIA
Sejak beradu pandang dengan seorang Wanita bercadar, Ridwan seperti terbius olehnya. Hamper setiap malam tatapan Wanita itu seperti menghantui. Datang dalam setiap mimpi. Tatapan penuh harapan dan menggoda. Sesekali Ridwan mencoba menepis tatapan itu. Tapi semakin lama semakin kuat dalam ingatan. Seolah merayu, seolah meminta Ridwan untuk menemuinya.
Aku tak mau tergoda. Lagi pula wajahnya tak kelihatan. Tapi aku yakin betul, sorot matanya jelas berbicara padaku. Coba saja, aku akan cari tahu. Siapa tahu anugrah dari tuhan. Kata orang, wanita seperti itu kalau langsung dilamar suka langsung nyantol. Tapi aku belum tahu wajahnya gimana ya? Piker Ridwan dalam setiap lamunannya. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk mencari Wanita itu setelah merasa lelah dan terganggu dengan sorot mata Wanita bercadar yang sebulan lalu beradu tatap di tangga kampus.
Pada hari yang sama seperti ketika ia bertemu dengan Wanita itu. Ridwan menunggu Wanita itu keluar dari gedung. Menjelang sore, yang ia tunggu akhirnya muncul. Berjalan menuju jalan raya kemudia menaiki salah satu angkutan di depan kampus. Ridwan menguntitnya dengan sepeda motor. Sampai akhirnya Ridwan mengetahui tempat tinggal si Wanita. Tapi ia tak mau terburu-buru. Salah salah Wanita itu hanya menemui seseorang di sana karena ada keperluan.
Sudah hamper jam sepuluh malam. Ridwan masih menunggu di warung yang bisa melihat pintu keluar susun. Tapi dari rumah susun yang Ridwan pantau tak satupun Wanita bercadar keluar dari sana. Sementara ia merasa lega. Sebab satu persoalan sudah selesai. Ia mengetahui tempat tinggal Wanita yang tatapan matanya selalu mengganggu tidurnya.
Ridwan meninggalkan rumah susun dengan perasaan lega. Hatinya sudah mulai berbunga-bunga. Dalam pikiranya muncul hal yang aneh-aneh. Hiburan dulu ah…sebelum tobat, dan mendampingi Wanita itu. Mari nikmati malam minggu dan penghabisan masa lajang. Gumamnya sambil membelokan motornya menuju sebuah diskotik di tengah Jakarta. Biasanya hamper tiap malam minggu Ridwan ke diskotik dengan teman-teman kampusnya, tepi sejak beradu tatap dengan Wanita bercadar sebulan yang lalu, malam minggu hanya ia habiskan untuk melamun di kamar.
“Ke mana aja tuan yang satu ini?” sapa seseorang pada Ridwan.
“He..he..he…ada kerjaan yang menyita weekend bro.” jawab Ridwan.
“Pekerjaan…apa…? dapet cantolan baru…ya bro?” sela seorang lagi.
“Ah…lu ada-ada aja men. Lu kan tau sendiri, gue baru bisa nyantol kalo ada yang bisa bikin gue ga bisa tidur sebulan…hehehehe.” Potong Ridwan sambil menyembunyikan apa yang sedang ia alami saat ini.
Lampu diskotik terus berkelip. Dj dan para pecandu dance makin menyatu dengan lantai dan alunan musik. Ridwan sejak dan kawan-kawannya masih duduk di pojok dengan minuman masing. Sesekali Ridwan menggeleng-gelengkan kepalanya, manggut-manggut mengikuti hentakan musik dan mengikuti pengaruh alcohol. Matanya berkeliling dari pojok ke pojok. Juga kelantai dansa tak terlewatkan. Sampai akhirnya matanya berhenti di satu titik. Ia melihat seorang Wanita sedang menari sendirian. Nampak sudah sangat mabuk. Dalam kepala Ridwan muncul kondom dan kasur. Ia tersenyum sendiri dan lupa pada tatapan mata Wanita bercadar.
“boy, yang itu siapa? Lo kenal? Gue baru lihat, kayaknya orang baru.” Tanya Ridwan kepada Aboy. Sambil menunjuk Wanita yang sedang asik dibawah pengaruh musik dan minuman keras.
“o…itu. Orang baru. Dia sering ke sini pas lo mulai ga ke sini. Hamper tiap malam.” Jawab aboy.
“begitu toh.” Sahut Ridwan sambil beranjak menuju Wanita yang sedang menari.
“kemana lo?” Tanya Aboy.
“Memangsa.” Jawab Ridwan seenaknya.
Lampu terus berkelip. Musik terus meng hentak. Sesekali Ridwan memeluk Wanita itu. Semakin erat. Semakin dekat.
________________________________***_________________________________
Sudah hamper dua bulan sejak malam itu Ridwan banyak mengurung diri di kamarnya. Jarang ke kampus. Sekalinya ke kampus, ia hanya mencari wanita bercadar. Juga jarang ia temui. Pernah ia susul ke tempat tinggalnya. Namun sudah tak ada. Sesekali ia ingat wanita dari diskotik malam itu. Wanita tercantik yang pernah ia temui. Seumur hidup Ridwan, malam itu begitu indah. Bisa bermalam dengan bidadari. Juga pernah ia cari ke tempat mereka menginap. Hasilnya sama. Sudah tidak ada. Rumah susun yang dikontrak si Wanita diskotik sudah kosong.
Gila. Aku bisa gila. Dua orang berbeda ada di satu tempat yang sama. Hanya kebetulan saja barangkali. Tapi, matanya kok sama ya? Akh…mungkin malam itu karena mabuk dan aku terbayang mata wanita bercadar, jadi mata si Wanita diskotik jadi mirip. Salahnya aku nggak minta nomor tu cewe. Emang biasanya begitu, ngapain langganan. Hehehe…Sudahlah. Itu namanya rejeki. Ngapain dipikirin bikin gila aja. Mending cari kegiatan lain di kampus. Tapi tetap saja Ridwan hampir tiap malam memikirkan hal yang sama.
_________________________________***_________________________________
Pada hari yang sama seperti ketika ia bertemu dengan Wanita bercadar. Ridwan tak sengaja bertemu lagi. Wanita itu keluar dari gedung. Berjalan menuju Ridwan yang sedang asik nongkrong sambil menggoda mahasiswi-mahasiswi yang pulang kuliah.
“Temui aku malam ini.” Kata si Wanita bercadar, sambil memberikan sehelai kertas. Kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Ridwan.
Sepeninggalan Wanita bercadar itu, Ridwan seperti kena hipnotis. Dia mematung. Terbius oleh suara wanita bercadar yang selama ini matanya menggangu tidur Ridwan. Setelah wanita itu hilang dari pandangan, barulah ia membaca kertas yang diberikan si Wanita. Alamat tempat tinggal rupanya. Rumah susun lagi. Dan kenapa mesti malam ya? Ah peduli amat…temui saja, barangkali dengan begini aku bisa tenang dan matanya tak lagi mengganggu tidur. Gumam Ridwan sambil tersenyum sendiri.
Ridwan menyusuri jalan dengan motornya. Sepanjang jalan ia tak berhenti berpikir dan berbicara dengan dirinya sendiri. Sesekali ia merasa ketakutan, jangan-jangan sampai di sana minta di kawin. Jangan-jangan sampai di sana aku disumpah dan di suruh masuk golongongan mereka. Akh…kalau memang sudah waktunya, tak apa. Kawin saja.
Sesampainya di tempat tujuan. Wanita itu sudah menunggu di tengah rumah. Di rumah susun itu ia hanya tinggal sendiri. Cukup bersih dan indah, dihiasi perabotan dan aksesoris ruangan mempercantik rungan tempat mereka bertemu. Ridwan masih asik mengelilingkan matanya keseluruh ruangan. Tiba-tiba mata Ridwan berhenti di satu titik. ada lukisan yang membuat Ridwan bingun, dan mengerutkan dahi, ia merasa seperti pernah melihatnya. Tapi ia lupa, di mana.
“Kenapa? Ada yang aneh?” Tanya si Wanita memulai.
“e…tidak, tapi aku sepertinya pernah meliha yang satu itu, sepertinya belum begitu lama tapi aku lupa di mana.” Jawab Ridwan. Matanya masih menatap lukisan, dan pikirannya mencoba mengingat di mana ia pernah melihatnya.
“ Kalau yang ini pernah lihat juga?”
“Jangan menggodaku, aku sedang mengingatnya di mana. Sebentar saja.” kata Ridwan.
“Lihat dulu ke sini.” Kata si perempuan sambil membuka cadar dan kerudungnya.
Ketika melihatnya. Ridwan tak bicara. Bahkan nyaris mematung. Bagaimana tidak ada perempuan berkerudung dan bercadar rela memperlihatkan wajahnya tanpa diminta. Bagi ridwan, wajahnya mengalahkan Maria Ozawa dan Leah Dizon yang sering ia tonton, apa lagi Pamela Anderson…lewat. Ridwan lebih terkejut lagi, ketika menyadari bahwa yang ia lihat adalah Richa perempuan malam yang ia temui dua bulan yang lalu. Perempuan yang juga mengganggu tidurnya.
“Ya, ini aku. Richa. Itu adalah nama malamku. Namaku Marisa Juliana. Aku jatuh cinta padamu sejak kita beradu tatap tempo lalu di tangga. Senyummu tak bisa lepas dari ingatannku. Tidurku terganggu bayangan wajahmu. Tapi aku tak bisa mencarimu. Kamu jarang kuliah dan aku tak tau siapa kamu. Perkenalan dan pertemuan kita di diskotik adalah kebetulan. Tapi mungkin itu jalannya cinta. Makannya ketika kamu mendekatiku, aku langsung menyambutmu. Aku adalah orang yang tak perduli dengan cinta karena tak mau ribet karenanya. Sebab untuk hidup saja aku memiliki jalan yang tak umum. Aku kupu-kupu malam. Tapi pertemuan denganmu memberikan aku harapan, dan menyadarkan aku bahwa cinta itu ada dan indah. Dan malam itu adalah malam terakhirku sebagai kupu-kupu malam. Aku sudah meninggalkannya, sekalipun di sana apa saja bisa aku dapatkan. Jangan pernah bertanya kenapa menjalani dua dunia yang berbeda. Cuma alasan sederhana yang bisa aku katakan. Aku tidak ingin orang tahu siapa aku. Sebab sejak kecil, aku tidak punya siapa-siapa. Aku begitu karena aku kuliah di tempatmu. Di sana semua perempuan berkerudung. Aku hanya mengitkutinya saja tapi belum bisa meninggalkan dunia malamku. Dan malam itu, aku ingin mengakhirinya, dengan tekad aku akan mencarimu. Lalu dengan mudah kau merapat dan mendekat. Tapi tetap saja, meski malam kita lewati sampai pagi, aku belum tau kamu. Aku terlalu mabuk, ketika bangun kamu sudah tak ada. Setelah malam itu aku pindah, karena sudah tak ingin menerima tamu dan dicari laki-laki hidung belang, aku ingin mencarimu. Ternyata, tuhan memberikan kemudahan lagi bagi yang ingin berubah. Ridwan, malam ini aku ulang tahun. Aku memintamu datang ke sini karena aku ingin kamu menemaniku dan aku ingin kamu tahu, bahwa aku jatuh cinta padamu. Itu saja, sekarang hatiku sudah lega apapun akhirnya.”
Ridwan tak berkata apapun. Dia hanya diam. Sebagai lelaki, di hadapkan pada wanita seperti itu ia merasa menjadi melankolis. Pikiran dalam kepalanya tiba-tiba menjadi rumit. Ketakukan sejak di jalan terjadi juga. Hampir satu jam. Mereka tak berkata-kata. Keduanya bingung dengan pikiran-pikirannya sendiri. Sesekali bertatap-tatapan, sesekali hanya memandang ke arah jendela dan pintu kamar. Ruang tengah terasa hening. Hanya suara-suara taak jelas dari luar dan bawah rumah susun yang terdengar.
“Ridwan, ngomong dong…kamu mikirin apa sih?” Tanya Richa memecah kesunyian.
Ridwan hanya menatap Richa. Tak banyak bicara. Lalu Ridwan menggendong Richa ke kamar. Sambil berbisik, “Minggu depan aku akan melamarmu.”
2010,
Ciputat