Monday, May 30, 2022

CACATAN MONONTON FILM KKN DI DESA PENARI; KKN YANG TIDAK KKN

 Hai para pembaca, semoga kalian selalu sehat!

Jangan lupa, seperti biasa, sebelum melanjutkan membaca tulisan ini, sila siapkan kopi, cemilan, dan rokok, juga obat mual. kalau-kalau tulisan ini membuat mual dan ingin muntah.

Der ah! 


Selamat Membaca.

Akhirnya, gue, aku, saya, hmm --- saya aja ya --- jadi bagian dari 8.3jt orang (berdasarkan wikipedia per 22 Mei) yang menonton film KKN di Desa Penari 2022 karya Mas Awi Suryadi secara setengah disengaja karena di XXI The Park Sawangan tidak banyak pilihan. Saat saya datang, hanya ada Doctor Strange, Top Gun, The Doll 3, dan Cinta Subuh. Kenapa yang dipilih KKN, karena trend, supaya nyambung kalau ada yang sedang nyinyir--kkkkkkk dan tentu usaha mencintai film produk lokal yang sedang berkembang pesat.

Sebelum jauh bercerita pengalaman menonton film KKN yang tidak KKN, film ini salah satu yang oke dari film Mas Awi yang pernah saya tonton seperti Mupeng (2008), Asmara Dua Diana (2009), Selendang Rocker (2009), dan Danur entah yang mana. Secara umum, film ini baik-baik saja. Tak terlalu banyak yang wah, juga tak terlalu banyak yang merusak mood untuk melanjutkan menonton.

Mari kita mulai ceritanya ---

Poster KKN DI DESA PENARI sumber IMBD

Sebagai penonton yang gak mau membandingkan cerita adaptasi dengan cerita aslinya atau bentuk awal cerita, film ini baik-baik saja. Karena pada film, tentu hal yang utama adalah tafsir dan kepentingan sutradara, penulis naskah dan produser. Terlepas dari kepentingan apa yang ingin mereka sampaikan, film ini masih bisa diikuti meski ada beberapa yang sedikit menggangu.

Mulai dari jalan cerita, meski terasa lambat dan memang panjang juga, yakni 121 menit, Film ini tidak membuat jenuh karena tidak mengandung informasi yang bertele-tele dan doble informasi. Dengan kata lain, cerita masih bisa diikuti. Kemudian, pemilihan pemain dan pembangunan karakter, terasa cukup-cukup saja, tak berlebihan dan pas-pas saja. Dalam hal ini, saya termasuk setuju atas pujian penonton pada usaha Aulia Sarah sebagai Badarawuhi dan Aghnin Haque sebagai Ayu/Dawuh. Aktingnya Adinda Thomas adek kelasnya Khiva Iskak atau mungkin muridnya dan mungkin pernah ketemu dan berguru ke Bang Harris Priadie Bah di LSPR, juga bagus. Semuanya aja lah disebut, Kiki Narendra, Tissa Biani, Achma Megantara, Calvin Jeremy, Fajar Nugraha dan Bang Diding "Boneng" Zeta juga cukup pas dalam memainkan perannya. Zombi atau iblis atau dalam cerita disebut sebagai anak hasil persetubuhan Badarawuhi dan Bima juga baik-baik saja. Selebihya oke.

oh Iya, ngomong-ngomong soal banding membandingkan, Saya jarang bahkan hampir tidak mau membandingkan cerita hasil adaptasi karena film ini bukan Biopic, bukan juga dokumenter. Juga kalau bukan untuk kepentingan kajian bandingan. Terlebih, film KKN ini bukan diadaptasi dari film juga. otomatis sudah jelas berbeda, karena medianya juga berbeda.

Bagi saya, yang tak asik dari jalan cerita adalah bagian akhir setelah ada keterangan teks, Bima meninggal empat hari kemudian dan Ayu meninggal tiga bulan kemudian, yaitu frame yang menampilkan Nur dan Widya sedang diwawancara dan minta nama-nama para peserta KKN disamarkan. Ini sungguh menggagu saya.

Pada pengambilan gambar atau sinematografi, Mas Awi dalam hal ini keren karena bekerja sama dengan DoP yang keren. Meski DoP yang diambil sepertinya baru pertama mengerjakan film Horor, tapi hampir semua gambar yang disajikan dan komposisi yang ditampilkan asik. Hanya ada beberapa yang menggangu saya ketika ada pergerakan kamera tracking beberapa frame nampak shaky. Entah ini sengaja, atau karena proses FX tidak sempurna, atau frame rate kamera tidak cukup kuat untuk mengikuti objek bergerak. Selebihnya, asik-asik saja.

Nah, yang paling menggangu bagi saya adalah musik ilustrasi. Beberapa scoring musik ilustrasi terasa menggangu dan hanya mengejar efek kaget untuk penononton. Ketegangan yang ingin dicapaipun menurut saya tidak tercapai. Hanya kaget karena volume yang berlebihan saja, bukan kaget dan tegang karena komposisi musik yang konstan frekwensi rendah yang dapat memicu ketegangan. Ditambah, pada bagian musik, nuansa jawa dan nuasa mistis dari desa Penari yang memiliki sanggar dan iblis penari, tidak berasa sama sekali. dalam hal ini, menurut saya tidak berhasil. Tapi untuk beberapa sound desainnya, saya suka. 

Eh iya, menurut kalian KKN itu apa ya?
Kolusi Korupsi Nepotisme?
Kuliah Kerja Nyata?
Kuliah Kerja Nge-----he? wkwkwkwk
Kongkow Kongkow Nge---------linting? hahahah
intermezo bray --- slow

Lanjut -----
Bagian-bagian lain yang mengganjal lainnya adalah, peserta KKN, kenapa hanya enam orang? saya tidak tahu di kampus mana yang membuat KKN dengan peserta enam orang, dalam hal ini, penulis naskah, risetnya terasa asal. Sehingga karena sedikitnya anggota KKN, tensi dramatik ketika ada masalah dalam kelomppok KKN tidak terasa. Selain itu, meski mungkin karena kepentingan sudut pandang cerita, proses KKN yang dilaksanakan tidak seperti sedang KKN. 

Pada film ini, tidak terlalu banyak kegiatan mahasiswa yang sedang mengabdikan diri pada masyarakat. Sejauh yang saya ingat, kesepatakan antara peserta KKN dengan Desa adalah membersihkan pemandian Sinden dan mengairinya yang juga akan di bantu warga, tetapi aktifitas ini hanya terjadi sekali itu pun hanya peserta KKN dan menjadi background dari adegan pertengkaran Ayu dan Nur. Kemudian adegan KKN lainnya, etah mencatat nomor bibit jagung atau mereka yang memberikan penamaan dan penomoran, ini terasa janggal. Ditambah, tulisan yang ada pada bibit jagung diprint. Yaaa, meskipun tidak menutup kemungkinan, printnan tersebut berasal dari suplier bibit jagung atau memang peserta yang membawa printer ke tempat tidak ada listrik. Ini janggal. 

Meski, untuk kejanggalan tersebut ada usaha menganulirnya dengan adegan Widya dan Wahyu ke pasar. Dan sepulang mereka dari pasar, ditengah kegelappan malam, panik karena motor mati di tengah hutan, tiba-tiba terobati dengan lampu flash hp. Mungkin, ini salah satu alasan adegan ini dibuat, untuk menganulir tulisan yang diprint pada bibit jagung, dan mereka sempat mengecas hp ketika di pasar. Tapi buat saya, tetap terasa janggal. Oh iya, adegan ini mengingatkan saya pada dua peristiwa yang sama persis yang pernah saya alami bersama istri dan adek saya ketika kami naik motor di kampung halaman, di tengah hutan, malam, terus bercanda membayang kan kalau motor yang sedang dikendarai mogok. ----dan...voila!!!, kejadian. Hahahahahaha. tapi paniknya gak mengeluarkan hp. weeee...wkkkk

Terlepas dari fokus cerita yang hanya ingin fokus pada pengalaman mistis peserta KKN, seting suasana KKN kurang begitu terasa. Hal ini, bisa berdampak buruk pada kampus-kampus yang masih melaksanakan KKN, dan kepercayaan para orang tua yang anaknya kuliah di Kampus yang masih melaksanakan KKN meski KKN pada sebagian kampus sudah banyak yang tidak ada. Dampak lainnya adalah bahwa KKN dalam film ini tidak akan dianggap KKN yang anomali atau kasus tertentu saja, karena tidak ada penyeibang adegan atau subplot topik yang menggambarkan KKN yang benar.

Sebagai orang yang pernah mengalami KKN, dan banyak masalah dalam KKN, menurut saya, film ini akan sedikit menurunkan minat mahasiswa untuk KKN ke daerah-daerah terpencil yang membutuhkan kehadiran mahasiswa KKN, dan akan membuat pemerintah dan kampus untuk tidak membuat KKN.  

Poster Film di Bioskop XXI The Park Sawangan

Lagi, dalam penokohan, yang menurut saya kurang sreg adalah tokoh Bu Sundari yang diperankan oleh Bu Aty Canser yang pernah bermain dalam film Emak Ingin Naik Haji terasa menggangu. Bukan karena aktingnya, tetapi karena kostumnya. Selain dia wanita satu-satunya di Desa yang muncul dalam frame, pemilihan kostum dengan menggunakan kerudung dan melaksanakan ritual menaruh sesajen di batas desa Tapak Tilas, ini mengganjal. Saya tidak tokoh aslinya seperti apa, tapi dari situasi desa yang berada ditengah hutan dan cukup jauh untuk menjangkau keramaian, petani, sudah tua, dan kearifan lokal yang masih tinggi, rasanya terasa aneh. Sebagai orang yang juga lahir di tengah desa tanpa listrik, pernah mengalami masa-masa percampuran ritual lokal dengan islam, kostum ibu-ibu rasanya tidak serpti itu, entah kalau di desa lain.

Nyambung soal kostum, kostum Badarawuhi setengah ular, itu keren. Makeup prostetik yang dibuat keren dan menyatu dengan FX yang dibuat sepanjang film.

Oh iya, ini untuk pengelola XXI The Parksawangan, saat saya nonton film ini, saya terganggu oleh anak kecil yang dibawa orang tuanya kedalam studio, pada jelas film ini D17+. Juga terganggu oleh mbak-mbak yang makan menggunakan Flash HP. ASU! Sepertinya pengelola butuh kerja keras untuk mengedukasi penontonya. Selain untuk kepentingan Film Indonesia, juga untuk kepentingan Bisnis Bioskop.

Sigitu aja, cukup. Saya tak ingat apalagi yang baik-baiknya juga yang jelek-jeleknya. 

Terakhir, SELAMAT atas pencapaian jumlah penonton yang fantastis dan jadi Film nomor satu dengan penonton terbanyak sepanjang masa di Indonesia. Dengan begitu, harapan baik untuk Perfilman Indonesia semakin tercerahkan.

Maju terus Film Indonesia.

Salam.
Aku Cinta Padamu.



10 comments:

Anonymous said...

Walau saya blm ntn tapi saya bisa membayangkan bagaimana janggalnya KKN ini dari jumlah peserta dan mesin print serta kegiatanya. Setelah membaca tulisan ini walau sedikit mual pak 😁😁😁

Zaky Mubarok said...

Biar mualnya pol, nonton saja --- masih ada adegan asik di dalamnya --- jangan terpengaruh oleh saya. Ini kan persepsi saya --- wkkwkw

Anonymous said...

Kakak End ... Thanks for sharing pakkk

Anonymous said...

Saya gak KKN

Finty Farasi said...

Film yanggggg okelah, hehehe. Ulasan yang menarik juga pak. Saya sendiri masih penasaran cerita asli film ini bagaimana, apakah memang seperti yang di film kan atau tidak?

Melisa Dwi Utami said...

Wah, menarik yaa pak ulasannya. Tapi kalau menurut saya, film KKN di Desa Penari ini kelihatan terlalu terburu-buru jadi banyak adegan yang sebenarnya penting dan akhirnya terpaksa di cut. Kalau saya baca dari thread di twitter penulisnya, Simple Man, ceritanya jauh lebih menarik daripada filmnya pak, karena banyak terselip pesan moral di dalamnya, khususnya untuk para mahasiswa yang akan melaksanakan KKN di desa orang agar tetap menghargai warga sekitar dan bersikap sopan santunπŸ™‚

Galuh Matovani said...

Film KKN adalah film yang bagus menurut saya. tapi sayangnya, banyak yang di cut adegannya.

Ahmad Wahidan said...

Artikel yang sangat menarik

Zaky Mubarok said...

terimakasih sudah berkunjung

Anisya Nurlita Sari said...

Pembahasan terkait film KKN sangatlah menarik untuk dibaca , penjelasannya juga tidak membosankan untuk dibaca..