Thursday, April 14, 2022

SUDAH APRIL LAGI

Hi Para pembaca yang budiman ---

Terimakasih sudah mau membaca catatan dan cacatan saya di blog ini. 

Sebagai permulaan kembali, siapkan dulu cemilan, rokok -bila kamu peroko- dan obat anti mual lainnya. jaga-jaga setelah membaca tulisan ini, atau ditengah penulisan ini, nanti kalian menjadi mual dan ingin muntah. hahahahah

Selamat membaca.


Apa yang membuat bersedih?

Apakah kehilangan membuatmu bersedih?

Kehilangan semacam apa yang membuatmu bersedih?

Tiga pertanyaan ini menggangguku setiap waktu. Apakah benar, aku benar-benar sedang bersedih? apakah benar aku bersedih karena kehilangan?

Sudah sampai bulan April 2022, aku tak bisa menyimpulkannya. Hanya ada kekacauan di kepala. Kekacauan dalam menjalani hidup. kekacauan di mana-mana.

Perasaan sedihku semakin mendalam ketika guruku, Ken Zuraida wafat Agustus 2021. Aku seperti dihimpit batu besar. Pandanganku gelap dan pikiranku kacau. Aku tiba-tiba merasa seperti anak ayam kehilangan induk dan anak buah kapal kehilangan kaptennya.

Banyak rencana bersamanya yang belum usai, dan yang paling berat adalah aku kehilangan daya intelektualku. Kehilangan semangat berkreasi dan tak punya arah. 

Ada banyak kebiasaan yang tiba-tiba menghilang secara drastris. Padahal, setahun terakhir sebelum Ema (aku memanggilnya Ema) meninggal, aku sudah mulai jaga jarak dan tak intens bergaul agar mulai terbiasa tanpa interaksi dan komunikasi yang instens. Tapi justru malah sebaliknya, kini aku dihantui rasa sepi dan sunyi. bagaimana tidak, biasanya, Ema menelponku mendadak hanya untuk bertanya kamu sehat? bagaimana pekerjaanmu?

Ini foto Ema, bulan Juni 2020 - kiriman Sahat

Atau, yang selalu aku rindu adalah Ema selalu bertanya pandanganku mengenai perkembangan politik dan kebudayaan masakini --- ini yang kemudian membuatku selalu belajar dan berusaha uptodate --- tapi kini semua hilang. dan aku bingung.

Kebingungan lain yang menghantuiku adalah, ketika aku bingung, aku tidak punya tempat bertanya dan melepaskan semua isi pikiranku. Ini berat, karena kadang-kadang isi pikiranku berisi racun yang menakutkan yang bisa menghacurkan hidupku. 

Sampai saat ini, aku belum tahu harus apa. Aku hanya mengalir tanpa arah. Aku gundah dan bingung harus apa. Ada banyak persoalan dalam kepalaku yang belum selesai dan menguap  bagitu saja. Berbuat A bingung, berbuat B bingung, Berbuat C tambah bingung dan runyam.

Aku sudah berfikir untuk pergi ke psikiater atau psikolog, tapi belum sempat. Dulu, waktu Ema masih ada, aku hanya merasa cukup bercerita padanya, dan itu terasa plong, tak terlalu menumpuk di kepala. Meskipun kadang-kadang hal yang aku ceritakan hanyalah fantasi yang muncul di kepala dan tak pernah aku eksekusi jadi apa-apa selain diceritakan saja.

Aku tidak tahu itu apa, tapi kalau habis cerita ke Ema, seolah-olah, segala macam beban di pikiranku berkurang. Sekalipun, dalam perjalanan pulang, atau ketika telepon di tutup, mereka muncul lagi dan membuat cerita dalam kepalaku lagi.

Sesekali memang asik mengikuti jalan ceritanya, tapi jika terlalu sering, yang sudah aku alami adalah membahayakan diriku. Aku pernah nabrak, jatuh dari motor, dll. hanya karena mengikuti ceritanya, yang sering muncul dalam keaadaan butuh konsentrasi tinggi.

Bercerita pada Ema, kadang-kadang bisa mengurai semua itu--- dan kini aku tidak tahu bisa bercerita pada siapa --- Semoga teman-teman pembaca bisa mendengarkan kisahku. Terimakasih.

Semoga, tulisan ini, terutama bisa menjadi permulaan, aku mengurai kekusutan di kepalaku. 

Sampai jumpa di cerita berikutnya.

Salam


Aku Cinta Padamu. 

No comments: