Showing posts with label Puisi. Show all posts
Showing posts with label Puisi. Show all posts

Tuesday, April 28, 2020

Mengabadikan Tulisan Teman



Pada situasi yang tidak menentu ini, khususnya karena covid19, ada banyak hal yang terjadi. Segala lini mengalami perubahan. Selaga aspek mengalami perubahan. Seolah, kita sedang mengalami perubahan zaman, tidak hanya secara biologis, tetapi juga psikis. Di tengah-tengah itu semua, daya cipta tidak berubah, yang berubah hanya medianya saja. 

Beberapa hari ini, saya tidak menulis. Tetapi daya kreatifitas dan daya cipta harus dijaga. Saya mengisinya dengan membuat video, musik, mengeditnya, kemudian saya publikasikan di Youtube. sila cek kanal saya. begitu juga dengan teman-teman saya yang rajin menulis, mengabadikan peristiwa lewat tulisan. Maka, untuk mengabadikan teman saya, saya abadikan tulisannya di sini. Sebuah puisi dari Abner Raya Midara. Seorang pegiat sastra dan kepenulisanan di Roemah Poetica Kupang. 

Selamat Membaca --- jangan lupa ngopi dan jaga kesehatan.

Tuesday, April 30, 2019

Bukan Puisi



Pendidikan kita tidak menjanjikan manusia menjadi pribadi,
tetapi mempersiapkan manusia menjadi mesin industri 
dan skrup kapitalisme.


Sekolah tidak mengajarkan filsafat agar bisa berbifir, tidak juga diajarkan berpolitik 
agar bisa memahami demokrasi dan perbedaan,
Sekolah hanya mengajarkan hapalan 
bagaimana menjadi abdi industri, dan juga mengajarkan persaingan 
yang akhirnya melahirkan kesenjangan.

Banyak sudah yang tidak percaya pada sekolah dan lembaga pendidikan
Selain karena semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan, 
juga karena sistem yang hanya mendorong manusia menjadi bagian dan budak industri.

Lalu munculah alternatif, sekolah-sekolah yang menawarkan cara baru dalam belajar, 
model baru dalam tata keuangan dan pembiayaan, 
ada yang menawarkan biaya murah dengan alasan memberikan kesempatan 
namun tidak membiarkan orang-orang yang tubuhnya ditato, memakai cadar, berambut gimbal, ikut belajar. 

Ada pula yang menawarkan cara belajar baru
tetapi bukan cara baru 
memandang persoalan hidup. 

Begitukah pendidikan? 
Bigitukan cita-cita pendidikan? 
Semua bergantung kita berdiri di pihak mana.

Langit muram, 
masa depan suram,
Aku memandang jalan lengang, 
sejuta kemungkinan bergelimang 
berjuta-juta ketakutan berloncatan

Kenyataan kewajaran hidup bertabrakan dengan cita-cita
Kesetian pada cita-cita terhimpit kenyataan, 
rasa lapar dan berahi adalah kenyataan yang tak bisa di bantah.

Cita-cita ditawar dengan kewajaran serta kekonyolan etika dan moralitas.
Bukankah menjadi tidak bermoral, 
cita-cita ditukar dengan sepiring nasi atas nama kewajaran?
Bukankah tidak bermoral, 
kesetiaan pada cita-cita ditukar dengan penyerahan diri atas nama etika dan kewajaran?

Jamur di kepala semakin banyak, 
kejernihan berfikir tak lagi dapat diukur, 
sebab perasaan dan rasa lapar semakin menggila.
Atas nama lapar, dan kewajaran, aku gadaikan cita-cita

Atas nama etika dan moral, aku gadaikan iman
Atas nama iman, aku siksa para ibu, aku bunuh para bapak,
dan anak-anaknya aku jerumuskan pada industri dan kapitalisme,
juga
atas nama kewajaran.




2018-2019

Tuesday, June 28, 2016

MARIA 1

Maria,
dimakan usia
matanya memancarkan pilu
keriputnya memendam rindu
;ia dikoyak sepi

Sejak lelakinya pergi lama kembali,
Maria menuntaskan sepi sendiri.
Dua anaknya belum bisa jadi sandaran
Pada siapa rindu dialamatkan

Waktu mengabadikannya dalam sunyi.
Lelakinya pergi takkan kembali.
Anaknya yang perempuan sudah bersuami,
Si anak lelaki sibuk mencari jati diri.

Maria,
meradang dalam sepi
menahan pilu di hati.
Maria asik sendiri
;mati sendiri dalam sepi


27 Mei 2016